11 June 2011

Surat Terbuka Untuk Istriku



Oleh : Al-Ustadz Abu Ammar al-Ghoyami
{ al-Mawaddah Edisi 05
Tahun 2 }
Buat istriku yang
kucinta, semoga
engkau berbahagia.
Aku tidak tahu dari
mana harus memulai
menuliskan beberapa
rumpun kalimat
buatmu, wahai istriku.
Aku juga tidak tahu
apakah kepolosanku dan ketulusanku ini akan
mendapat sambutanmu. Tapi aku tiada pedulikan
itu. Yang pasti, aku hanya ingin engkau tahu
bahwa aku adalah suamimu.
Aku tahu bahwa sebagai suami ternyata aku
sangat membutuhkanmu, aku katakan ini
sejujurnya. Lalu apakah engkau juga sangat
membutuhkan aku, suamimu, wahai istriku?
Maafkan aku atas pertanyaan ini. Bukan aku
meragukan cintamu padaku, aku hanya ingin
meyakinkan diriku. Sebab, kebanyakan istri
kerabat maupun sahabat-sahabatku pun sangat
besar rasa butuhnya terhadap suami mereka.
Oleh sebab itulah aku mencarimu untuk kujadikan
istri, sebab engkau adalah seorang wanita yang
sholihah, lembut, sopan santun, mulia, bertakwa,
suci, menjaga diri dan penuh kasih sayang.
Istriku, aku tidak segan-segan berterus terang
kepadamu, meski hanya dalam bentuk goresan
tinta kita ini di atas lembaran kertas yang juga
milik kita, bahwa aku sangat membutuhkanmu.
Dan aku tidak menginginkan dari itu semua selain
agar tumbuh rasa dalam dada kita berdua akan
pentingnya saling menjaga hubungan baik di
antara kita. Dan bahwa hubungan yang baik itu
jauh lebih mulia daripada kita berlomba-lomba
dengan maksud agar diketahui siapa di antara kita
berdua yang lebih unggul. Aku berharap engkau
pun telah memahaminya.
Istriku, jujur aku katakan bahwa keberadaanmu
sebagai istri bagiku kurasakan sangat penting bagi
diriku, akalku, hati serta jiwaku. Bahkan sangat
penting bagi kehidupanku juga setelah
kematianku. Maka kutuliskan suratku ini untukmu,
semoga engkau benar-benar mengerti betapa
tingginya kedudukanmu sebagai seorang istri,
betapa beratnya wasiat agama kita yang telah
dibebankan kepadaku setelah aku menikahimu,
dan betapa berartinya dirimu bagiku, suamimu.
Istriku, jujur kukatakan, bagiku engkau laksana
permata yang sangat berharga yang tadinya aku
tak tahu dimana engkau berada dan ke mana aku
harus mencari.
Sungguh dunia ini penuh dengan perhiasan,
sampai aku tidak kuasa memilih perhiasan mana
yang harus kuambil untuk kumiliki, sampai
akhirnya Alloh memberikan petunjuk kepadaku,
suamimu ini, yang telah payah dan lelah
mencarimu sampai akhirnya aku menemukanmu
dan menjadikanmu sebagai istri. Aku memuji
Alloh dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya .
Aku tidak mengada-ada untuk sekedar
membesarkan hatimu, namun begitulah
Rosululloh telah menyatakannya :
إِنَّمَا الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَلَيْسَ
مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلَ
مِنْ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَةِ
“Dunia ini tiada lain hanyalah perhiasan, dan tak
ada satu pun dari perhiasan dunia ini yang lebih
utama daripada seorang istri yang sholihah. ”(1)
Semoga engkau mengerti ini.
Istriku, jujur kukatakan, bagiku engkau adalah
sumber kebahagiaan dan penderitaanku. Engkau
adalah penghias rumah tempat tinggalku dan
kendaraan mewahku, dan engkau adalah sebaik-
baik tetanggaku. Aku memuji Alloh dengan
sebanyak-banyak pujian bagi-Nya . Aku tidak
mengada-ada untuk mendapat tempat di hatimu,
namun begitulah Rosululloh telah
mengabarkannya.
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ : الْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ ، وَ الْمَسْكَنُ
الْوَاسِعُ ، وَ الْجَارُ الصَّالِحُ ، وَ
الْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ . وَ أَرْبَعٌ
مِنَ الشَّقَاءِ : الجْاَرُ السُّوْءُ ، وَ
الْمَرْأَةُ السُّوْءُ ، وَ الْمَسْكَنُ
الضَّيِّقُ وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ ”
“Ada empat hal yang termasuk kebahagiaan; istri
sholihah, rumah yang lapang nan luas, tetangga
yang sholih dan kendaraan yang nyaman. Dan
ada empat hal yang termasuk kesengsaraan;
tetangga yang jelek (akhlaknya), istri yang jelek
(akhlaknya), rumah yang sempit dan kendaraan
yang tak nyaman.” (2)
Istriku, tahukah kau bahwa aku bisa berbahagia
bersamamu dan bisa sengsara lagi menderita
olehmu? Bukan aku tidak percaya kepadamu
bahwa engkau akan membahagiakanku, tentunya
engkau bisa memilih. Sebab, aku sudah tahu
engkau adalah seorang wanita yang memiliki
kecerdasan, apakah engkau akan menjadi sumber
kebahagiaanku atau menjadi sumber
penderitaanku? Aku memuji Alloh dengan
sebanyak-banyak pujian bagi-Nya , aku
berbahagia bersamamu di atas keberkahan hidup
bersamamu yang telah dianugerahkan kepadaku,
tentunya juga kepadamu. Aku merasa bahagia
meski menurut orang lain aku sengsara, aku tidak
menyesali banyaknya penderitaan, namun aku
sangat berharap keberkahannya. Semoga engkau
mengerti ini.
Istriku, jujur kukatakan bahwa tiada sebuah
rumah pun yang akan kupandang indah dan
kurasa nyaman meski seluas apapun rumah itu
bila aku tinggal di dalamnya tanpamu. Aku
memuji Alloh dengan sebanyak-banyak pujian
bagi-Nya , sungguh aku bangga padamu, istriku,
karena kini aku rasakan rumahku begitu teduh,
tentram dan nyaman bagiku setelah engkau yang
menjadi pendampingku sejak pernikahan dulu.
Semoga engkau mengerti ini.
Istriku, jujur kukatakan, tiada kendaraan mewah
yang nyaman aku kendarai meski apapun
jenisnya dan berapa rupiah pun harganya jika
engkau tidak bersamaku di atas kendaraan itu.
Aku memuji Alloh dengan sebanyak-banyak
pujian bagi-Nya , sebab aku merasa tiada
tetangga yang berdampingan denganku saat ini,
baik di rumahku maupun di kendaraanku yang
kurasakan kesholihannya selain dirimu. Semoga
engkau mengerti ini.
Istriku, sejujurnya kukatakan, bagiku engkau
adalah ukuran kebaikanku di duniaku. Semoga
engkau tahu dan memahami ini. Betapa berat
amanah yang telah dipikulkan di atas pundakku
setelah aku menikahimu. Aku diwasiati untuk
menjagamu, bahkan aku diingatkan sekali lagi dan
berikutnya dan berikutnya demi kebaikanmu. Aku
mengetahui hal ini bukan sekedar mengikuti
perasaanku, juga bukan berdasarkan buaian
mimpiku, bukan pula dari lamunan dan
khayalanku. Namun aku mengerti dan paham lalu
seyakin-yakinnya aku yakini dari sabda seorang
manusia yang tidak didustakan kabarnya dan
tidak dimaksiati perintahnya. Tahukah dirimu
bahwa beliau telah menjadikan bagaimana caraku
mempergaulimu dalam kebersamaan ini sebagai
tanda baik buruknya akhlakku? Beliau pernah
bersabda:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا
أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ
خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
“Kaum mukminin yang paling sempurna
imannya ialah yang paling baik akhlaknya, dan
orang yang paling baik di antara kalian ialah yang
paling baik akhlaknya terhadap istrinya ”(3)
__________________________________________________
(2) HR. Ibnu Hiban no: 1232 dishohihkan oleh al-
Albani dalam ash-shohihah 1/509
(3) HR. Tirmidzi no. 1082, dishohihkan oleh al-
Albani dalam ash-Shohihah no. 284.
Oleh karenanya, istriku, aku tidak ingin menjadi
seorang yang berakhlak buruk sebab tidak bisa
berbuat baik kepadamu, dan aku berharap
engkau membantuku agar aku bisa memperbaiki
akhlakku, (yaitu) dengan memudahkan caraku
agar bisa berbuat baik kepadamu. Semoga
engkau mengerti ini.
Istriku, bila engkau mendapati kebaikanku,
sesungguhnya aku tidak berharap perhatianmu,
aku juga tidak berharap pujianmu. Namun, aku
hanya ingin semoga Alloh menjadikanmu istri
yang sholihah yang berbuat baik kepadaku. Dan,
bila engkau mendapatiku tidak berbuat baik
kepadamu, semoga kesholihanmu bisa
membuka pintu maafmu bagiku, dan semoga
Alloh Yang di atas sana memaafkan kekhilafanku.
Istriku, sebenarnya masih banyak yang ingin aku
goreskan dalam lembaran ini. Namun, aku
cukupkan dengan mengatakan di ujung suratku
ini, bahwa pada akhirnya engkau adalah
pelabuhan bahteraku yang aku akan merasa
tenang setelah tadinya jiwaku diliputi kecemasan
dan ketakutan akan dalam dan dahsyatnya
gelombang samudra kehidupan saat masih
sendiri sebelum kehadiran seorang istri, dan
bagiku ialah dirimu. Aku memuji Alloh dengan
sebanyak-banyak pujian kepada-Nya, dan
semoga Dia memberkahi hari-hari kita berdua,
dalam suka maupun duka.
Dari yang mencintaimu karena Alloh dan untuk
Alloh , aku, suamimu.

No comments:

Post a Comment