28 May 2011

Mari, Merenungi Kematian

Merenungi hidup, itu biasa. Tanpa siapa pun kita
berusaha merenungi hidup, manusia diciptakan
dengan fitrah kuat untuk memikirkan hidupnya.
Karena itu, manusia dianggap sebagai makhluk
atau ciptaan Allah yang selalu kepayahan.
"Sesungguhnya, Kami telah menciptakan
manusia berada dalam susah payah..." (QS. Al-
Balad: 4).
"Sesungguhnya, manusia diciptakan bersifat
keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia
mendapatkan kebaikan ia kikir.." (QS. Al-Ma'aarij:
19-21)
ﻻ ﻳﻤﺴﻬﻢ ﻓﻴﻬﺎ ﻧﺼﺐ ﻭﻣﺎ ﻫﻢ ﻣﻨﻬﺎ ﺑﻤﺨﺮﺟﻴﻦ
"Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan
mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan
darinya..." (QS. Al-Hijr: 48).
Manusia begitu kepayahan, dan wujud
kepayahan itu begitu terlihat nyata dalam
kehidupan, hanya semata-mata karena ia
memikirkan hidup. Diawali dengan bagaimana ia
tetap bertahan hidup. Lalu berkembang,
bagaimana ia bisa hidup dengan lebih baik dari
sekarang. lalu berlanjut lagi, bagaimana ia bisa
hidup enak. Selanjutnya, bagaimana ia bisa
hidup enak dan mudah. Lalu bagaimana bisa
hidup lebih enak dan lebih mudah lagi. Setelah
itu, bagaimana ia bisa tetap bertahan hidup enak
dan mudah. Dan seterusnya. Satu obsesi,
melahirkan obsesi lain.
Maka kita sering mendengar sebuah pertanyaan
klasik, "Apa obsesi dalam hidup ini yang belum
Anda capai?"

Lalu, selalu saja kita mendapatkan jawaban yang
nyaris sama persis dari yang ditanya, "Saya
ingin seperti ini, begini, dan begitu..."
Padahal, yang ditanya kebanyakan justru orang
yang sudah tampak seperti memiliki segalanya.
Punya popularitas, punya uang, punya banyak
teman, punya pekerjaan yahut sebagai mesin
uangnya. Tapi, itulah proses memikirkan wujud
yang disebut 'hidup'.
Begitu besar obsesi manusia, dan begitu
beragam dinamika dari obsesi tersebut,
sehingga sedikit saja nyasar ke wilayah yang
kurang dikehendaki, seseorang akan merasa
kepayahan. Ia akan begitu menderita karenanya.
Ada orang yang kepayahan karena sulit
bertahan hidup. Ada yang kepayahan karena tak
bisa hidup enak. Ada yang merasa susah karena
tak bisa hidup enak dengan mudah. Ada juga
yang merasa begitu kepayahan karena sebagian
dari rasa 'enak' dan rasa 'mudah' itu berkurang
sedikit saja. Ata tidak berkurang, tapi ada orang
dekat yang mencapainya dengan lebih mudah,
dan merasakan yang lebih enak. Itulah, sebagian
dari yang diisyaratkan oleh Alquran di atas,
"Sesungguhnya, Kami telah menciptakan
manusia berada dalam susah payah..." (QS. Al-
Balad; 4).
Bagitu payahnya kita memikirkan hidup, padahal
hidup dan mati itu sama pastinya. Kita pasti
hidup, karena inilah hidup itu. Tapi kitapun pasti
akan mati. Sayangnya, kita begitu gigih
memikirkan hidup yang pasti ini, namun teledor
memikirkan kepastian yang lain, yaitu mati!!
Ya Rabbi! Betapa bodohnya kami. Begitu banyak
hal tentang hidup, kita pelajari, kita amati, kita
cermati dan kita nikmati sepuas hati. Tapi,
berapa banyak hal tentang kematian yang telah
kita ketahui? Sedikit saja.
Berapa banyak hal tentang kematian yang kita
amati, kita resapi dan kita jadikan panduan
menjalani hidup ini? untuk menyongsong
datangnya kematian itu suatu hari? Nyaris tak
pernah. Betapa mengenaskan.
Ketika kehidupan dunia yang begitu canggih
seperti sekarang ini sudah menawarkan begitu
banyak kenikmatan hidup bagi kita, saatnya kita
berpikir tentang kematian. Saatnya kita
menyisakan sebagian waktu kita, untuk
merenungi, bagaimana kita akan mati....
Disalin dari buku Mati Tersenyum Esok Pagi,
penerbit Shafa Publika
Artikel www.PengusahaMuslim.com

No comments:

Post a Comment