24 April 2011

Kategori Hadits Bahaya Memanggil Dengan Kafir Atau Fasiq


BAHAYA MEMANGGIL DENGAN KAFIR ATAU
FASIQ
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺫﺭ ﺃﻧﻪ ﺳﻤﻊ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺭﺟﻞ ﺍﺩﻋﻰ ﻟﻐﻴﺮ ﺃﺑﻴﻪ ﻭﻫﻮ
ﻳﻌﻠﻤﻪ ﺇﻟﺎ ﻛﻔﺮ ﻭﻣﻦ ﺍﺩﻋﻰ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﻟﻪ ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻨﺎ
ﻭﻟﻴﺘﺒﻮﺃ ﻣﻘﻌﺪﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﻣﻦ ﺩﻋﺎ ﺭﺟﻠﺎ
ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ ﺃﻭ ﻗﺎﻝ ﻋﺪﻭ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻴﺲ ﻛﺬﻟﻚ ﺇﻟﺎ ﺣﺎﺭ
ﻋﻠﻴﻪ
Dari Abu Dzar, dia mendengar Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,“Tidak ada
seorang lelakipun yang mengakui bapak kepada
orang yang bukan bapaknya padahal ia tahu
(kalau itu bukan bapaknya), kecuali dia telah kufur.
Barangsiapa yang mengaku sesuatu yang bukan
haknya, berarti dia tidak termasuk golongan kami
dan hendaklah ia menempati tempat duduknya
dari api neraka. Dan barangsiapa yang
memanggil seseorang dengan panggilan “kafir”
atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir, maka
tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.
TAKHRIJ HADITS
Hadits dari sahabat yang mulia Abu Dzar Al
Ghifari ini, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam
shahihnya di dua tempat; kitab Al Manaqib, Bab
Nisbatul Yaman Ila Isma’il, hadits no. 3317 dan
kitab Al Adab, Bab Ma Yanha Minas Sibab Wal
La’ni, hadits no. 5698 dan Imam Muslim dalam
shahihnya, kitab Al Iman, Bab Bayan Hali Iman
Man Raghiba An Abihi Wahua Ya’lam, hadits no.
214.
SYARAH HADITS
1. Sabda Rasulullah yang artinya: Tidak ada
seorang lelakipun yang mengakui bapak kepada
orang yang bukan bapaknya padahal ia tahu,
kecuali dia telah kafir.
Mengakui orang lain sebagai orang tua kandung,
padahal bukan orang tuanya termasuk dosa
besar. Kebiasaan seperti banyak dilakukan oleh
orang kafir Quraisy pada zaman dulu untuk
mencari popularitas. Kemudian kebiasaan ini
dilarang oleh agama Islam. Bahkan dalam hadits
di atas, perbuatan seperti ini dianggap sebuah
kekufuran. Kata kufur disini mengandung dua
makna. Pertama, kafir yang sebenarnya jika
perbuatan ini dianggap halal. Dan makna kedua,
yaitu kufur (tidak bersyukur) terhadap nikmat,
kebaikan, hak Allah dan hak orang tua.
Kekufuran yang disebutkan dalam hadits ini
bukanlah kekufuran yang mengakibatkan
seseorang murtad dari agama ini. Kata kufur
disini, bermakna sama dengan kata kufur yang
terdapat dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam.
ﺃﺭﻳﺖ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻓﺈﺫﺍ ﺃﻛﺜﺮ ﺃﻫﻠﻬﺎ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻳﻜﻔﺮﻥ
ﻗﻴﻞ ﺃﻳﻜﻔﺮﻥ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ ﻳﻜﻔﺮﻥ ﺍﻟﻌﺸﻴﺮ ﻭﻳﻜﻔﺮﻥ
ﺍﻟﺈﺣﺴﺎﻥ ﻟﻮ ﺃﺣﺴﻨﺖ ﺇﻟﻰ ﺇﺣﺪﺍﻫﻦ ﺍﻟﺪﻫﺮ ﺛﻢ ﺭﺃﺕ
ﻣﻨﻚ ﺷﻴﺌﺎ ﻗﺎﻟﺖ ﻣﺎ ﺭﺃﻳﺖ ﻣﻨﻚ ﺧﻴﺮﺍ ﻗﻂ
Aku diperlihatkan neraka, tiba-tiba (aku lihat)
kebanyakan penghuninya adalah perempuan
yang kufur. Beliau ditanya,”Apakah mereka kufur
kepada Allah?” Beliau menjawab,”Mereka kufur
kepada suami dan kebaikannya. Jika engkau
berbuat baik kepada salah seorang diantara
mereka selama setahun, kemudian melihat sesuat
yang mengecewakan, dia akan berkata,’Saya tidak
pernah melihat kebaikanmu sedikitpun’. [HR
Bukhari].
Rasulullah menjelaskan kata kufur disini dengan
kufur kepada suami dan kebaikan. [1]
Jadi orang yang mengakui orang lain sebagai
bapaknya, padahal dia tahu itu bukan bapaknya,
maka dia telah kufur terhadap orang tuanya.
Padahal orang tuanya merupakan orang yang
paling berhak padanya. Orang tuanya telah
melahirkan, mendidik dan memeliharanya.
Karenanya Allah meletakkan kewajiban bersyukur
kepada kedua orang tua setelah kewajiban
bersyukur kepada Allah. Sebagaimana firmanNya,
ﺃﻥ ﺍﺷﻜﺮ ﻟﻲ ﻭﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻚ
Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada
kedua orang tuamu. [Luqman :14 ]
2. Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang artinya : Barangsiapa yang mengakui yang
bukan haknya, berarti dia tidak termasuk
golongan kami dan hendaklah ia menjadikan
tempat duduknya dari api neraka.
Kata da’wa ( ﺍﻟﺪﻋﻮﻯ ) , maksudnya seseorang
mengakui sesuatu sebagai miliknya, haknya atau
yang sejenisnya.
Sedangkan menurut syar’i, da’wa adalah
mengaku berhak atas sesuatu yang sedang
berada dalam tanggungan seseorang, atau
berada di tangan orang lain atau yang sejenis
nya.
Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam diatas
memiliki makna yang umum. Mencakup semua
pengakuan, baik mengaku memiliki, mengaku
berhak, mengaku anak atau yang lainnya. Semua
itu masuk dalam pengertian hadits tersebut.
Adapun sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, berarti dia bukan golongan kami,
maksudnya ialah ia tidak berada di atas sunnah
kami dan tidak berada di atas jalan kami yang
indah. Beliau tidak bermaksud mengkafirkan
orang ini, meskipun secara dhahir ucapan ini
mengkafirkan.
Dalam masalah pengakuan ini, terdapat juga
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim,
ﻟﻮ ﺃﻋﻄﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺑﺪﻋﻮﺍﻫﻢ ﻟﺎﺩﻋﻰ ﻧﺎﺱ ﺩﻣﺎﺀ ﺭﺟﺎﻝ
ﻭﺃﻣﻮﺍﻟﻬﻢ ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﺒﻴﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺪﻋﻰ
Kalau seandainya orang-orang itu diberi sesuai
dengan pengakuan mereka, tentu mereka akan
mengaku berhak atas darah atau nyawa orang
dan harta orang, akan tetapi wajib atas orang
yang mengaku mendatangkan bukti.
Maksudnya, jika seseorang diberikan hanya
berdasarkan pengakuan saja, maka boleh jadi ada
orang yang mengaku berhak atas nyawa
seseorang dengan tuduhan sebagai pembunuh
atau sejenisnya. Maka wajib atas orang yang
mengaku atau menuduh untuk mendatangkan
bukti nyata dan wajib atas orang yang tertuduh
itu bersumpah untuk membela diri, jika memang
dia tidak benar.
Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟﺒﻴﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺪﻋﻲ ﻭﺍﻟﻴﻤﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺪﻋﻰ ﻋﻠﻴﻪ
Penuduh wajib mendatangkan bukti dan orang
yang tertuduh wajib bersumpah. [HR Tirmidzi].
Mengenai sabda Beliau, hendaklah dia menempati
rumahnya dari api neraka, para ulama
berpendapat, bahwa ungkapan itu berkisar antara
do’a Beliau atau pemberitahuan. Tetapi dengan
lafadz perintah. Imam Nawawi mengokohkan
pendapat yang kedua, Beliau berkata, ”Itu
pendapat yang paling jelas diantara dua
pendapat.”
Maksudnya orang yang mengaku-ngaku
terhadap sesuatu yang bukan haknya, maka dia
akan mendapatkan balasan berupa tempat tinggal
dari api neraka. Namun ini bukan berarti, bahwa
balasan itu pasti akan didapatkan, karena boleh
jadi ia bertaubat sebelum mati, lalu Allah
menerima taubatnya dan mengampuni orang
tersebut sehingga terbebas dari siksa.
3. Sabda Rasulullah yang artinya: Dan barangsiapa
yang memanggil seseorang dengan panggilan
“kafir” atau “musuh Allah” padahal dia tidak kafir,
maka tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda,
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺫﺭ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﺃﻧﻪ ﺳﻤﻊ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ ﻟﺎ ﻳﺮﻣﻲ ﺭﺟﻞ ﺭﺟﻠﺎ
ﺑﺎﻟﻔﺴﻮﻕ ﻭﻟﺎ ﻳﺮﻣﻴﻪ ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ ﺇﻟﺎ ﺍﺭﺗﺪﺕ ﻋﻠﻴﻪ
ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻛﺬﻟﻚ
Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu, beliau
mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda,”Tidaklah seseorang menuduh orang
lain dengan kata fasiq, dan menuduhnya dengan
kata kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada
si penuduh jika orang yang tertuduh tidak seperti
yang dituduhkan. [HR Bukhari]
Dua hadits diatas menjelaskan kepada kita bahaya
ucapan kafir. Tuduhan kafir yang ditujukan
kepada seorang muslim, pasti akan tertuju
kepada salah satunya, penuduh atau yang
dituduh.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
ﺇﺫﺍ ﻛﻔﺮ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺃﺧﺎﻩ ﻓﻘﺪ ﺑﺎﺀ ﺑﻬﺎ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ
Apabila ada seseorang yang mengkafirkan
saudaranya (seiman-red) maka salah satu dari
keduanya akan tertimpa kekufuran. [HR Muslim].
ﺃﻳﻤﺎ ﺍﻣﺮﺉ ﻗﺎﻝ ﻟﺄﺧﻴﻪ ﻳﺎ ﻛﺎﻓﺮ ﻓﻘﺪ ﺑﺎﺀ ﺑﻬﺎ
ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﻭﺇﻟﺎ ﺭﺟﻌﺖ ﻋﻠﻴﻪ
Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya,
“hai orang kafir,” maka kata itu akan menimpa
salah satunya. Jika benar apa yang diucapkan
(berarti orang yang dituduh menjadi kafir); jika
tidak, maka tuduhan itu akan menimpa orang
yang menuduh. [HR Muslim].
Jika panggilan itu keliru, artinya orang yang
dipanggil kafir tidak benar kafir, maka kata kafir
akan kembali kepada orang yang memanggil.
Wal iyadzu billah. Jika benar, maka dia selamat
dari resiko kekafiran atau kefasikaan, namun
bukan berarti ia selamat dari dosa. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Hajar. [2] Maksudnya,
orang yang memanggil saudaranya dengan kata
kafir atau fasiq, meskipun benar, namun boleh
jadi ia menanggung dosa. Misalkan jika maksud
dan tujuannya untuk mencela, membongkar aib
orang di masyarakat atau memperkenalkan orang
ini. Perbuatan seperti ini tidak diperbolehkan. Kita
diperintahkan untuk menutupi aib ini kemudian
membimbing dan mengajarinya dengan lemah
lembut dan bijaksana. Sebagaimana firman Allah,
ﺍﺩﻉ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻴﻞ ﺭﺑﻚ ﺑﺎﻟﺤﻜﻤﺔ ﻭﺍﻟﻤﻮﻋﻈﺔ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ
Berserulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan
dengan nasihat yang baik. [An Nahl:125]
Selama masih bisa dibimbing dengan lemah
lembut, maka jalan kekerasan tidak boleh
ditempuh. Dan juga, panggilan kafir dan fasiq
sering membuat orang menjadi marah. Lalu
syaithan mendorongnya untuk terus-menerus
melakukan perbuatan dosa. Sehingga kadang ada
yang mengatakan,“Ya saya ini kafir,” kemudian
terus-menerus berbuat dosa.
Adapun jika orang yang mengucapkan, hai kafir
atau hai fasiq, bertujuan untuk menakut-nakuti
orang yang dipanggil agar menghindari
perbuatan-perbuatan dosa, atau untuk
menasihatinya dan atau untuk menasihati orang
lain agar menjauhi perbuatan yang dilakukan
orang ini, maka orang ini jujur dan pada saat
yang sama dia mendapatkan pahala.
BAGAIMANA DENGAN KEIMANAN YANG
MENUDUH ?
Permasalahan yang muncul selanjutnya ialah
keimanan orang yang memanggil saudaranya
dengan kafir. Sesuai dengan sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
ﻭﻣﻦ ﺩﻋﺎ ﺭﺟﻠﺎ ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ ﺃﻭ ﻗﺎﻝ ﻋﺪﻭ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻟﻴﺲ
ﻛﺬﻟﻚ ﺇﻟﺎ ﺣﺎﺭ ﻋﻠﻴﻪ
Dan barangsiapa yang memanggil seseorang
dengan panggilan “kafir” atau “musuh Allah”
padahal dia tidak kafir, maka tuduhan itu akan
kembali kepada penuduh. [HR Muslim].
ﻟﺎ ﻳﺮﻣﻲ ﺭﺟﻞ ﺭﺟﻠﺎ ﺑﺎﻟﻔﺴﻮﻕ ﻭﻟﺎ ﻳﺮﻣﻴﻪ ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ
ﺇﻟﺎ ﺍﺭﺗﺪﺕ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﺻﺎﺣﺒﻪ ﻛﺬﻟﻚ
Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan
kata fasiq, dan menuduhnya dengan kata kafir,
kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si
penuduh, jika orang yang tertuduh tidak seperti
yang dituduhkan. [HR Bukhari].
Apakah ia menjadi kafir sebagaimana dhahir
hadits di atas ataukah tidak? Para ulama berbeda
pendapat dalam menjelaskan makna maka
tuduhan itu akan kembali kepada penuduh.
Pendapat Pertama mengatakan : Dia menjadi kafir
jika diikuti dengan keyakinan halalnya
mengkafirkan orang muslim.
Pendapat Kedua mengatakan : Yang kembali ke
penuduh ialah dosa mencela dan mengkafirkan
saudaranya.
Pendapat Ketiga mengatakan : Ini ialah haknya
orang-orang Khawarij yang mengkafirkan kaum
muslimin (karena melakukan dosa besar, pent).
Pendapat ini dinukil oleh Qhadhi Iyadh dari Imam
Malik bin Anas. Namun pendapat ini dilemahkan
oleh Imam Nawawi, karena menurut pendapat
yang shahih sebagaimana ucapan banyak ulama
dan para pen-tahqiq, bahwa orang Khawarij tidak
boleh dikafirkan, seperti juga semua ahlul bid’ah
tidak boleh dikafirkan.
Pendapat Keempat mengatakan : Bahwa
perbuatan mengkafirkan itu akan menyeret
kepada ke-kufuran. Maksudnya, perbuatan ini
(merusak kehormatan kaum muslimin dan
mengkafirkan tanpa alasan yang benar), dapat
menyeret pelakunya kepada kekufuran. Pendapat
ini didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Awanah.
ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﻭ ﺇﻻ ﻓﻘﺪ ﺑﺎﺀ ﺑﺎﻟﻜﻔﺮ
Jika kenyaataannya sebagaimana ucapannya
(maka dituduh kafir) dan jika tidak benar, maka
dia kembali dengan membawa kekufuran.
Pendapat Kelima mengatakan : Bahwa yang
kembali kepada penuduh ialah dosa
mengkafirkan. Bukan kekufuran yang hakiki, tapi
hanya dosa mengkafirkan, karena mengkafirkan
saudaranya. Maka seakan-akan mengkafirkan
dirinya sendiri atau mengkafirkan orang yang
sama dengannya. Wallahu a’lam. [3]
Singkat kata, perkataan seperti ini sangat
berbahaya untuk diucapkan. Sudah sewajarnya
(seharusnya) kita berhati-hati menggunakan
kalimat tersebut. Janganlah terburu-buru
menggunakan kata kafir, fasiq atau yang
sejenisnya. Karena kekufuran merupakan hukum
syar’i yang berdasarkan nash-nash Al Qur’an dan
As Sunnah. Janganlah mengkafirkan seseorang,
kecuali yang telah dikafirkan oleh Allah dan
RasulNya. Mengkafirkan seseorang karena
perbedaan pendapat atau karena emosi
merupakan dosa besar.
KESIMPULAN
Mengkafirkan seseorang harus berdasarkan dalil
syar’i, yaitu dari Al Qur’an, Al Hadits yang shahih
dan Ijma’. Disamping harus mengetahui syarat-
syaratnya, juga harus mengetahui tentang
ketiadaan hal-hal yang bisa menghalangi dari
takfir (mengkafirkan). Karena takfir itu merupakan
hukum syar’i yang memiliki syarat-syarat dan
mawani’ (faktor-faktor yang menghalangi takfir).
Jika syarat-syarat sudah terpenuhi dan mawani’
sudah tidak ada lagi, maka barulah seseorang itu
boleh dikafirkan dan boleh dianggap murtad dari
Islam. Tidak semua orang yang melakukan
perbuatan kufur itu kafir. Karena boleh jadi dia
melakukannya karena tidak mengetahui, bila itu
merupakan perbuatan kufur. Wallahu a’lam.
PELAJARAN DARI HADITS
• Larangan mengakui orang lain sebagai oang tua
kandung.
• Perbuatan seperti ini termasuk kekufuran yang
mengakibatkan pelakunya bisa masuk neraka,
kecuali jika ia bertaubat dan Allah menerima
taubatnya.
• Larangan mengakui sesuatu yang bukan
haknya.
• Larangan mencela kaum muslimin dengan
berbagai macam celaan. Seperti menyebutnya
kafir atau fasiq.
• Peringatan agar kita waspada terhadap
penggunaan kata kafir atau sejenisnya yang dapat
merusak harga diri seorang muslim.
Maraji’
- Syarah Sahih Muslim, oleh Imam Nawawi.
- Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari, oleh Al Hafidz
Ibnu Hajar.
- Majalah Al Furqan, edisi 172 dan 173.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun
VII/1420H/1999M Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Lihat Syarah Shahih Muslim, 2/237
[2]. Fathul Bari, Kitabul Adab, 12/84
[3]. Lihat Syarah Shahih Muslim, oleh Imam
Nawawi, 2/237

No comments:

Post a Comment