15 September 2011

Bersena Gurau Dengan Menyebut NamaAllah, Al-Qur'an Dan Rasul

Oleh
Ustadz Abu Nida` Chomsaha Sofwan
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
ﻭﻟﺌﻦ ﺳﺄﻟﺘﻬﻢ ﻟﻴﻘﻮﻟﻦ ﺇﻧﻤﺎ ﻛﻨﺎ ﻧﺨﻮﺽ ﻭﻧﻠﻌﺐ ﻗﻞ
ﺃﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺁﻳﺎﺗﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﺴﺘﻬﺰﺋﻮﻥ ﻟﺎ
ﺗﻌﺘﺬﺭﻭﺍ ﻗﺪ ﻛﻔﺮﺗﻢ ﺑﻌﺪ ﺇﻳﻤﺎﻧﻜﻢ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang
apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan
menjawab: "Sesungguhnya kami hanya bersenda
gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah:
"Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan
RasulNya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah
kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah
beriman… [At Taubah : 65-66].
Diriwayatkan dari lbnu Umar, Muhammad bin
Ka'ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah secara
ringkas. Ketika dalam peristiwa perang Tabuk ada
orang-orang yang berkata "Belum pernah kami
melihat seperti para ahli baca Al Qur`an ini, orang
yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya
dan lebih pengecut dalam peperangan".
Maksudnya, menunjuk kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat
yang ahli baca Al Qur`an. Maka berkatalah Auf bin
Malik kepadanya: “Omong kosong yang kamu
katakan. Bahkan kamu adalah munafik. Niscaya
akan aku beritahukan kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ”. Lalu pergilah Auf
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
untuk memberitahukan hal tersebut kepada
Beliau. Tetapi sebelum ia sampai, telah turun
wahyu Allah kepada Beliau. Ketika orang itu
datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, Beliau telah beranjak dari tempatnya dan
menaiki untanya. Maka berkatalah dia kepada
Rasulullah: “Ya Rasulullah! Sebenarnya kami hanya
bersenda-garau dan mengobrol sebagaimana
obrolan orang-orang yang bepergian jauh untuk
pengisi waktu saja dalam perjalanan kami”. Ibnu
Umar berkata,”Sepertinya aku melihat dia
berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam , sedangkan kedua
kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata:
“Sebenarnya kami hanya bersenda-gurau dan
bermain-main saja”. Lalu Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Apakah
terhadap Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu
selalu berolok-olok?"
HUBUNGAN PEMBAHASAN INI DENGAN TAUHID
Hakikat tauhid adalah penyerahan diri, taat,
menerima dan mengagungkan Allah Azza wa
Jalla. Sedangkan bersenda gurau dan mengolok-
olok Allah, Al Qur`an dan RasulNya merupakan
penentangan, karena tidak menunujukkan
pengagungan.
Tauhid berarti kesepakatan, sedangkan
mengolok-olok bermakna sebalinya. Oleh karena
itu, sebagian ahli ilmu berkata, bahwa orang kafir
terbagi menjadi dua.
Pertama :Mu’ridhun (yang berpaling),
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
ﺑﻞ ﺃﻛﺜﺮﻫﻢ ﻟﺎ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻟﺤﻖ ﻓﻬﻢ ﻣﻌﺮﺿﻮﻥ
Sebenarnya kebanyakan mereka tidak
mengetahui yang hak, karena itu mereka
berpaling. [Al Anbiya` : 24].
Kedua : Mu’aaridhun (yang menentang atau
membantah). Yaitu mereka yang selalu
melakukan penentangan dengan berbagai cara
untuk memadamkan cahaya Allah. Salah satu
bentuk penentangan itu ialah dengan mengolok-
olok atau hal-hal serupa lainnya. Mengolok-olok
Allah, Rasul atau Al Qur`an, tidak mungkin keluar
dari hati orang yang bertauhid, tetapi keluar
menjadi kebiasaan orang-orang munafik atau
orang kafir musyrik.
Menurut pendapat yang benar, sebagaimana
dikatakan Syaikh Shalih Abdul Aziz Bin
Muhammad Bin Ibrohim Alu Syaikh dalam kitab
At Tamhid Li Syarh Kitab At Tauhid Alladzi Huwa
Haqqullah ‘Alal Ibad, beliau mengatakan, yang
dimaksud oleh surat At Taubah di atas ialah orang
munafik. Karena ahli tauhid tidak mungkin
melakukan senda gurau dengan berolok-olok. Jika
dia melakukan olok-olok, maka dapat diketahui,
sesungguhnya dia tidak mengagungkan Allah,
dan tidak bertauhid, karena mengolok-olok
meniadakan pengagungan.
Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, Allah
telah memberi kabar, bahwa mereka telah kafir
setelah beriman padahal mereka berkata
“sesungguhnya kami berbicara kekafiran tanpa
ada keyakinan, kami hanya bersenda gurau dan
bermain~main saja”. Allah telah menerangkan,
menghina ayat-ayatNya adalah kufur. Perkataan
ini, tidak akan terucap kecuali dengan hati lapang
mengucapkannya. Karena, kalau di dalam hatinya
ada keimanan, tentu seseorang tidak akan
mengucapkan perkataan yang mengandung
olok-olok tersebut.
HUKUM MENGOLOK-OLOK ALLAH, AL QUR'AN
DAN RASUL
Barangsiapa yang mencela Allah Azza wa Jalla
atau bersenda gurau ketika menyebut namaNya
dan tidak menampakkan penghormatan, atau
bersendagurau dengan mengolok-olok Al Qur`an
atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, maka dia menjadi kafir, kufur besar, yang
berarti keluar dari agama Islam. Dia menjadi kafir
jika mengolok-olok tiga hal tersebut, atau olok-
olokannya tertuju kepada tiga hal tersebut. Inilah
yang dimaksud dalam bab ini.
Berbeda halnya jika mengolok-olok agama.
Mengolok-olok agama terdapat perincian. Jika
bersenda gurau dengan agama, maka perlu
dilihat yang dimaksudkannya asal agamanya
ataukah amaliah agama orang yang diolok-
oloknya.
Contoh, jika ada seseorang yang mengolok-olok
penampilan seorang muslim, padahal penampilan
muslim itu berarti mengamalkan Sunnah, apakah
dalam hal ini ia telah melakukan olok-olok yang
mengeluarkannya dari agama Islam? Jawabnya,
tidak. Karena, olok-oloknya ditujukan kepada
praktek keagamaan, bukan kepada asal agama.
Dalam hal ini, maka perlu dijelaskan kepadanya,
bahwa yang dia olok-olok adalah Sunnah Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika ia telah
mengetahui tentang hal itu, kemudian masih juga
mengolok-olok, mencela orang yang
mengamalkan Sunnah, padahal ia sudah
mengetahui dan meyakinina, maka perbuatannya
tersebut tergolong mengolok-olok Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tentunya
mengeluarkannya dari agama.
Demikian pula jika mengolok-olok dengan kalimat
yang kembalinya kepada Al Qur`an atau selain Al
Qur`an, juga terdapat perincian. Singkat kata, jika
mengolok-olok Allah, sifat-sifatNya atau nama-
namaNya atau mengolok-olok Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam atau Al Qur`an, maka
hal itu merupakan kekufuran. Jika olok-oloknya
bukan kepada tiga hal tersebut, maka dilihat, jika
kembali kepada salah satu dari tiga hal itu, maka
hal itu adalah kufur besar. Jika tidak, berarti dia
telah melakukan perbuatan yang haram, tidak
termasuk kufur besar. [1]
TAUBAT ORANG YANG MENGOLOK-OLOK.
Ayat 65-66 Surat At Taubah di atas merupakan
nash, bahwa mengolok-olok Allah, Rasul dan
ayat-ayatNya -maksudnya syariat Allah- adalah
kafir; tidak diterima udzurnya; meski berkilah
hanya bergurau dan bermain-main. Karena
mengagungkan Allah dan mentauhidkanNya,
mengharuskan seseorang untuk tidak
mempermainkan dan mengolok-olokNya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
menyebutkan faidah dari dua ayat surat At
Taubah tersebut. Di antaranya, taubat orang yang
mengolok-olok Allah diterima, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
ﺇﻥ ﻧﻌﻒ ﻋﻦ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻜﻢ
Jika Kami mema'afkan segolongan dari kamu
(lantaran mereka taubat)… [At Taubah : 66]
Dan ini terjadi. Di antara orang-orang yang
dimaksudkan oleh ayat itu ada yang dimaafkan
oleh Allah dan diberi hidayah kepada Islam.
Bertaubat dan Allah menerima taubatnya. Ini
merupakan dalil yang kuat, bahwa orang yang
mengolok-olok Allah diterima taubatnya. Akan
tetapi harus disertai dengan bukti yang nyata atas
ketulusan taubatnya, karena kufur akibat
mengolok-olok adalah kekufuran yang sangat
berat, tidak sebagaimana kufurnya orang yang
berpaling (dari Allah) atau menolak (apa yang
datang dari Allah). [2]
Dalam menafsirkan ayat di atas, Ikrimah berkata:
“Ada orang yang termasuk -insya Allah-
diampuni berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya aku
mendengar suatu ayat yang dimaksud dalam
ayat itu adalah aku. Sebuah ayat yang membuat
kulit merinding dan hati menjadi takut. Ya Allah,
jadikanlah kematianku terbunuh di jalanMu,
sehingga tidak ada seseorang yang berkata
bahwa aku telah memandikannya, aku
mengafaninya, atau aku menguburkannya’. Maka
ia terbunuh pada perang Yamamah, dan tidak
seorangpun dari kaum Muslimin menemukan
jasadnya”.
Demikian halnya taubat dari mencela rasul.
Diterima taubatnya, tetapi wajib dieksekusi
(hukum bunuh) setelahnya [3]. Berbeda dengan
mencela Allah yang diterima taubatnya tanpa
eksekusi. Hal ini bukan karena hak Allah lebih
rendah dari Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam,
tetapi karena Allah mengabarkan berkenaan
dengan hakNya, bahwa Dia mengampuni semua
dosa. Sedangkan mencela Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam berkaitan dengan dua hal.
Pertama : Merupakan perkara syar’i. Kaitannya
Muhammad sebagai Rasulullah Shallallahu 'laihi
wa sallam. Dari sisi ini jika bertaubat, ia diterima
taubatnya.
Kedua : Perkara pribadi. Ini berkaitan, bahwa
Muhammad sebagai utusan. Dari sisi ini, wajib
mengeksekusinya karena berkenaan dengan hak
Beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Setelah bertaubat, dilaksanakanlah hukuman mati,
dan orang mengolok-olok tersebut tetap seorang
sebagai muslim; dia dimandikan, dikafankan dan
dishalatkan. Jasadnya ditanam di pekuburan
muslimin. Inilah pendapat yang dipilih oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau telah
menulis tentang hal ini dalam bukunya Sharim Al
Maslul Fi Hukmi Qotli Sabbi Rasul atau Ash
Sharim Al Maslul ‘Ala Syatmi Ar Rasul.[4]
Al Qur`an telah menerangkan, iman di dalam hati
mengharuskan adanya perbuatan zhahir yang
sesuai dengannya, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺁﻣﻨﺎ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺑﺎﻟﺮﺳﻮﻝ ﻭﺃﻃﻌﻨﺎ ﺛﻢ
ﻳﺘﻮﻟﻰ ﻓﺮﻳﻖ ﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﻭﻣﺎ ﺃﻭﻟﺌﻚ
ﺑﺎﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺁﻣﻨﺎ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺑﺎﻟﺮﺳﻮﻝ
ﻭﺃﻃﻌﻨﺎ ﺛﻢ ﻳﺘﻮﻟﻰ ﻓﺮﻳﻖ ﻣﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﻭﻣﺎ
ﺃﻭﻟﺌﻚ ﺑﺎﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻭﺇﻥ ﻳﻜﻦ ﻟﻬﻢ ﺍﻟﺤﻖ ﻳﺄﺗﻮﺍ
ﺇﻟﻴﻪ ﻣﺬﻋﻨﻴﻦ ﺃﻓﻲ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻣﺮﺽ ﺃﻡ ﺍﺭﺗﺎﺑﻮﺍ ﺃﻡ
ﻳﺨﺎﻓﻮﻥ ﺃﻥ ﻳﺤﻴﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﺑﻞ ﺃﻭﻟﺌﻚ
ﻫﻢ ﺍﻟﻈﺎﻟﻤﻮﻥ ﺇﻧﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﺇﺫﺍ
ﺩﻋﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﻟﻴﺤﻜﻢ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﺃﻥ
ﻳﻘﻮﻟﻮﺍ ﺳﻤﻌﻨﺎ ﻭﺃﻃﻌﻨﺎ ﻭﺃﻭﻟﺌﻚ ﻫﻢ ﺍﻟﻤﻔﻠﺤﻮﻥ
Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada
Allah dan Rasul, dan kamipun taat”. Kemudian
sebagian dari mereka berpaling sesudah itu.
Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.
Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan
RasulNya, agar Rasul mengadili di antara mereka,
tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk
datang. Tetapi jika keputusan itu untuk
(kemaslahatan) mereka, (maka) mereka datang
kepada Rasul dengan patuh. Apakah
(ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati
mereka ada penyakit; atau (karena) mereka ragu-
ragu, atau (karena) takut kalau-kalau Allah dan
RasulNya berlaku zhalim kepada mereka?
Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang
zhalim. Sesungguhnya jawaban orang-orang
mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
RasulNya agar Rasul mengadili di antara mereka
ialah ucapan "Kami mendengar dan kami patuh".
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
[An Nur : 47-51].
Di sini iman dinafikan dari orang yang berpaling
dari ketaatan kepada Rasul, dan Allah memberi
kabar bahwa orang-orang mukmin jika diseru
kepada Allah dan Rasul-Nya supaya Rasul
memutuskan perkara di antara mereka, mereka
mendengar dan menaatinya. Dengan demikian.
Allah menerangkan bahwa ini termasuk
kewajiban iman.
Maka dari itu, hendaklah kita menjaga lisan.
Sesungguhnya ia merupakan salah satu anggota
tubuh yang paling berbahaya dan kebanyakan
orang meremehkanya. Hindari perkataan tidak
bermanfaat bagi diri, khususnya berkaitan dengan
agama, ilmu, wali Allah, para ulama, sahabat Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam atau tabi’in. Karena
bisa jadi akan membesarkan fitnah yang terjadi.
Hendaklah kita senantiasa merasa khawatir
tehadap diri kita, seperti halnya para salaf yang
senantiasa khawatir terhadap diri mereka,
sebagaimana yang dikhabarkan oleh Ibnu Abi
Mulaikah, katanya: “Aku telah menemui tiga puluh
orang sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam, semuanya takut kalau kemunafikan
menimpa diri mereka”. Allahu musta’an.
Kesimpulan :
1. Orang yang dengan sengaja bersenda-gurau
dengan memperolok-olok nama Allah, ayat-
ayatNya atau Rasulullah, adalah kafir.
2. Sama saja apakah yang mengolok-olok itu
orang munafik atau bukan, dia menajadi kafir
karena perbuatan itu.
3. Terdapat perbedaan antara perbuatan
menghasut dan setia kepada Allah dan RasulNya
dalam masalah ini. Bahwa melaporkan perbuatan
orang-orang fasik kepada waliyul amr untuk
mencegah mereka, tidak termasuk perbuatan
menghasut, tetapi termasuk kesetiaan kepada
Allah, RasulNya, pemimpin umat Islam dam
kaum Muslimin seluruhnya.
4. Perbedaan antara sikap memaafkan yang
dicintai Allah dengan sikap keras terhadap
musuh-musuh Allah.
5. Tidak semua permintaan maaf mesti diterima,
ada juga permintaan maaf yang harus ditolak.
Maraji`:
1. Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, Syaikh
Abdurrahman Bin Hasan Alu Syaikh.
2. Al Qaulul Mufid ‘Ala Kitab At Tauhid, syarah
Muhammad Bin Shalih Al ‘Utsaimin.
3. At Tamhid Li Syarh Kitab At Tauhid Aladzi
Huwa Haqqullah ‘Alal ‘Ibad, Shalih Abdul Aziz Bin
Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun
IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp.
08121533647, 08157579296]
________
Footnote
[1]. At Tamhid Li Syarh Kitab At Tauhid Aladzi
Huwa Haqqullah ‘Alal ‘Ibad, Shalih Abdul Aziz Bin
Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh, hlm.
482-483.
[2]. Lihat Qaulul Mufid Syarhu Kitabu At Tauhid,
hlm. 852 dalam kumpulan Majmu Fatawa Wa Ar
Rasail Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih
Al ‘Utsaimin, jilid X.
[3]. Hukuman ini dilakukan dalam Khilafah
Islamiah oleh penguasa.
[4]. Lihat Qaulul Mufid Syarhu Kitabu At Tauhid,
hlm. 852-853 dalam kumpulan Majmu Fatawa
Wa Ar Rasail Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin, jilid X.

No comments:

Post a Comment