02 September 2011

Sebuah renungan ''Yes, I Left My Music For The Sake of Allah''

ﺑﺴــــﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴـــــﻢ
Untuk seorang Aku, yang seorang Sarjana Pendidikan
Musik, sepertinya SANGAT TIDAK MUNGKIN
untuk say goodbye to music. Saya lahir dari
orang tua pecinta musik. Koleksi kaset mereka,
bayangkan, ribuan! Kami tumbuh besar dengan
alunan musik setiap harinya. Jadilah yang
namanya musik mendarah daging dalam diri
saya. I loved music very much. Tiada hari tanpa
musik, tiada hari tanpa bernyanyi. Berpetualang
sebagai penyanyi... hinggap dari choir satu ke
choir yang lain, menyanyi di wedding2, event2,
cafe pun pernah. Bikin grup vokal, band, trio, jadi
instruktur vokal, pelatih paduan suara, instruktur
piano, jadi juri lomba menyanyi, rekaman-
rekaman... Oh boy, i was so busy! Qadarullah,
(sejujurnya) saya tidak pernah merasa nyaman
100% dengan pekerjaan ini. Pekerjaan ini
menuntut wajah yang selalu tersenyum, tidak
mau tau kondisi badan kita sehat atau tidak, harus
selalu menjaga penampilan fisik agar selalu terlihat
menarik dan yang paling mengganggu;
sebenarnya saya tidak tahan menghadapi tatapan
orang yang menyaksikan saya di atas panggung.
Malu. Rasanya tatapan mereka seperti pedang
yang menusuk-nusuk hati. Bertahun-tahun jadi
penyanyi tapi rasa malu itu tidak hilang juga.
Heran! Akhirnya setelah berjilbab tahun 2001
(walau belum syar'i), saya berkonsentrasi sebagai
seniman balik layar saja, juga jadi instruktur
vokal, pelatih paduan suara dan sesekali
menyanyi di choir (paduan suara). Pada awalnya
oke-oke saja. Tapi begitu menikah lalu hamil
(2004), saya memutuskan resign dari pekerjaan
mengajar vokal. Tidak tahan sama mualnya hamil
muda. Daripada terpaksa bersikap profesional tapi
tersiksa, lebih baik berhenti (belakangan saya baru
sadar, bahwa saat itu saya 'terpenjara'!). Begitu
anak pertama lahir, saya baru merasakan yang
namanya nikmat mengurus bayi. Walaupun
dunia jadi jungkir balik karena kurang tidur,
walaupun jadi tahanan rumah alias gak bisa ke
mana-mana sama sekali, tapi ada kenikmatan di
balik itu. Kenikmatan yang tidak akan saya tukar
dengan apapun. Padahal kehidupan beragama
saya saat itu masih dalam lingkup sekulerisme.
Agama, agama... dunia, dunia. Tapi ternyata Allah
masih sayang sama saya dengan
menganugerahkan naluri keibuan yang begitu
besar. Alhamdulillah... Waktu demi waktu
berlalu. Saya sudah menjadi ibu rumah tangga
penuh (belakangan saya baru sadar, Allah
membimbing saya ke jalan ini). Tetapi musik jalan
terus, malah makin "menggila". Mulai dari jenis
musik oldies, pop, love song, jazz, country,
broadway musical, Disney... apa yang saya gak
punya? Event Java Jazz pun saya jabani!
Mengharap Michael Buble datang ke Indonesia
suatu saat nanti. Mmmm.... mengidolakan orang
kafir, astaghfirullah :( Tapi sampai pada suatu titik
di mana saya merasakan kekosongan dalam hati.
Di mana saya merasakan sholat lima waktu yang
saya jalani tidak lebih dari sekedar menjalankan
kewajiban tanpa esensi. Ditambah ada sesuatu
yang menghantui pikiran saya, membuat saya
jadi "parno". Saat itulah saya merasa butuh
pegangan. Butuh tempat bersandar... Saya tidak
menemukan ketenangan dalam sekulerisme yang
saya jalani. Begitu juga dengan "aliran" lain yang
coba saya pahami (tapi gak paham2!). Begitu juga
dengan musik. Kenikmatan yang diberikannya
hanya sebatas telinga, tidak sampai ke hati... Even
music cannot heal my soul! Pada saat itu saya
merasakan musik tidak lebih dari pengkhianat
yang tidak bisa berbuat apa-apa di saat saya
membutuhkan pertolongan. Alhamdulillah, di
saat yang seperti itu, saya mengenal MANHAJ
YANG HAQ ini (jazaahumullaahu khayran untuk
orang-orang yang telah memberi tausiyah
kepada saya). JEGERR!!! Saya seperti ditampar,
seperti disadarkan... Dan tiba-tiba saya merasa
silau. Seperti baru saja keluar dari lorong yang
gelap menuju tempat yang sangat terang. Begini
lho cara beragama yang benar. Cara beragama
yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallhu
'Alaihi wa Sallam. Subhanallah.. ternyata banyak
sekali kesalahan yang sudah saya perbuat,
banyak sekali hal-hal yang saya belum tahu, dan
banyak sekali yang harus saya pelajari! Mengapa
saya bisa bertahun-tahun merasa "cukup"
dengan agama saya? Sementara banyak
kemaksiatan yang tidak sadar saya lakukan,
karena sedemikian jahilnya. Mulai saat itu, saya
berusaha meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat dalam hidup saya. Apalagi setelah
mengetahui bahwasanya Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala
membenci setiap orang yang pandai akan urusan
dunia tapi bodoh akan urusan akhirat. ” (Kanzul
‘Ummal hadits no. 28982). Betapa malunya
saya! Saya bisa membaca not musik, tapi tidak
bisa membaca Al Qur'an. Saya hafal ribuan lagu
tapi hafalan surat saya bisa dihitung dengan jari.
Saya mengerti teori musik dan seluk-beluknya,
tapi buta sama sekali tentang fiqih, even yang
paling sederhanapun. Saya bisa menyanyi
dengan merdu (kata orang), tapi membaca Al
Fatihah saja tidak lebih bagus dari anak TK. Saya
tau sejarah musik, tapi asing dengan sejarah
Rasulullah dan para sahabatnya. Astaghfirullah...
T_T Siapa pula yang mau merugi di akhirat?
Apakah pengetahuan saya yang luas dalam
musik dapat menolong saya di hari kiamat nanti?
Tidak mungkin. Hari-hari pun saya sibukkan
dengan belajar dan belajar ilmu syar'i. Belajar
membaca & metadabburi Al Qur'an, membaca
buku, mendengar kajian-kajian, browsing artikel-
artikel yang berkaitan dengan agama, juga
berusaha mengamalkan setiap ilmu yang saya
pelajari... Dan otomatis, tidak ada waktu untuk
musik. Haluan hidup saya berubah menjadi
"Akhirat Oriented". Saya berusaha (sampai
sekarang pun masih berusaha) untuk menjadi
hamba yang patuh kepada Rabbnya. Berusaha
untuk selalu mengingat hakikat tujuan penciptaan
manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Allah
dalam surat Adz-Dzaariyaat : 56 "Tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
beribadah kepada-Ku." Saya juga menemukan
bahwa MUSIK dan AL QUR'AN tidak bisa seiring
sejalan. Salah satu pasti akan mendominasi.
Kecintaan pada yang satu pasti akan mengalahkan
kecintaan pada yang lain. Benar juga... Apakah
waktu menikmati lagu-lagu jazz saya ingat Allah?
Tidak. Apakah saat asyik menyanyikan lagu-lagu
Disney dan Broadway Musical saya ingat Allah?
Tidak. Apa saat sedang tenggelam dalam pesona
film musikal saya ingat Allah? Juga tidak.
Sementara kita wajib untuk mengingat Allah
setiap saat. Dengan kata lain, saya merasakan
bahwa musik telah melalaikan saya dari
mengingat Allah. Dan akhirnya saya pun
menemukan bahwa kecintaan pada Allah dan
Rasul-Nya, ternyata lebih indah dari apapun juga.
Subhaanallaah... Setelah mengetahui dalil-dalil
serta hujjah yang jelas dan terang tentang
haramnya musik, tidak ada lagi di hati ini kecuali
TUNDUK dan PATUH. Banyak yang
menyayangkan dan memandang sinis pilihan
saya ini. Memang, dilihat dari kacamata dunia,
sepertinya saya menyia-nyiakan "bakat", selain
terkesan "menyia-nyiakan" kursus-kursus dan
kuliah musik/vokal yang sudah saya ambil. Tapi
sekali lagi, saya tidak mau jadi manusia yang
dibenci Allah karena hanya pandai urusan dunia.
Banyak juga yang menanyakan, "Kenapa gak
pindah ke nasyid aja, Wan? Kan sayang suaramu
bagus... Lagipula nasyid kan juga mengingatkan
kita sama Allah?" Nasyid itu hakikatnya sama saja,
musik-musik juga (nasyid masa kini ya, yang
SUDAH diiringi dengan alat-alat musik). Rasulullah
dan para sahabatnya, serta 3 generasi pertama
terbaik umat ini, tidak pernah berdakwah dengan
musik. Jika itu baik, pasti mereka akan
melakukannya... Setelah menjalaninya, ternyata
hidup saya menjadi lebih damai dan tenteram.
Hidup tanpa musik ternyata oke-oke saja... Hati
jadi lebih lembut dengan Al Qur'an, jiwa tidak lagi
hampa, dan hilang sudah ketakutan-ketakutan
saya. Saya merasa seperti sedang berjalan
menuju kebebasan. Bebas dari penghambaan
kepada dunia dan kepada makhluk, menuju
penghambaan kepada Sang Pencipta.
Penghambaan tapi 'terbebaskan'... Aneh ya? Tapi
begitulah yang saya rasakan. Perjalanan saya
baru dimulai. Lautan ilmu baru akan saya arungi.
Semoga Allah menganugerahkan keistiqomahan
pada saya, sehingga saya mampu menghadapi
ujian-ujian dari-Nya. Dan pada akhir nanti
semoga saya dapat bertemu Allah dengan hati
yang selamat, mendapatkan rahmat serta
ampunan-Nya. Insyaa' Allaah, aamin. Dan jika
mereka bertanya, "Kamu sudah tidak bermusik
lagi?" Maka jawabku, "Yes, I left my music for the
sake of Allah!" (Semoga Allah memberi suamiku
pekerjaan pengganti yang lebih baik. Aamiin(...
Oleh: Umm Yusuf Al Arif

No comments:

Post a Comment