12 September 2011

Akhlak Usahawan Muslim

Akhlak Usahawan Muslim
oleh : Prof.Dr.Abdullah al-Mushlih &
Prof.Dr.Shalah ash-Shawi
Pengantar
Kegiatan Usaha –dalam kaca mata Islam–
memiliki kode etik yang bisa memelihara
kejernihan aturan Ilahi, jauh dari sikap serakah
dan egoisme, sehingga membuat usaha

tersebut sebagai mediator dalam membentuk
masyarakat yang saling mengasihi satu kepada
yang lain.
Dasarnya adalah hal yang menjadi keyakinan
seorang peng-usaha muslim itu sendiri, yakni
bahwa harta itu pada dasarnya adalah milik
Allah. Manusia seluruhnya hanya bertugas
mengen-dalikannya. Orang yang bertugas
mengendalikan tentu tidak berhak keluar dari
aturan dan tujuan pemilik harta.
Kalau itu dilakukan, maka ia kehilangan posisinya
sebagai pengendali harta. Karunia itu bisa
berpindah dari dirinya kepada orang yang lebih
pantas melakukan tugas tersebut dan lebih
mampu menjaga apa yang menjadi hak harta
itu.
Dalam kesempatan selayang pandang ini penulis
hendak menyitir sebagian kode etik tersebut.
Semoga semua itu bisa membe-rikan sinar
terang dalam kehidupan seorang pengusaha
muslim.
Seorang usahawan muslim dalam melakukan
berbagai aktivitas usahanya selalu bersandar
pada dasar-dasar yang bisa penulis ringkas pada
beberapa poin berikut ini :
* Niat yang tulus. Itu tergambar dalam niatnya
mencari kebaikan buat dirinya dengan
memelihara diri dari hal-hal yang haram serta
memelihara dirinya dari sifat suka meminta-
minta yang tidak baik, disamping menjadikan
perbuatan itu sebagai sarana untuk mengikat
hubungan silaturrahmi atau memberi karib
kerabat. Niat tulus itu juga tergambar dalam
upaya mencari kebaikan untuk orang lain
dengan cara ikut andil membangun umat di
masa sekarang dan untuk masa mendatang,
serta mem-bebaskan umat dari belenggu
ketergantungan kepada umat lain.
* Akhlak yang baik seperti kejujuran, sikap
amanah, me-nepati janji, menunaikan hutang
dan membayar hutang dengan baik, memberi
kelonggaran orang yang kesulitan membayar
hutangnya, menghindari sikap menangguhkan
pembayaran hu-tang, penipuan, kolusi dan
manipulasi atau yang sejenisnya.
* Bekerja dalam hal-hal yang baik, sehingga
dalam pan-dangan mata seorang usahawan
muslim tidak akan sama antara proyek
perjudian dengan proyek pembangunan. Tidak
akan sama baginya antara yang baik dan yang
buruk, meskipun hal yang buruk itu menarik
hatinya karena besar keuntungannya. Ia selalu
menghalalkan yang halal dan mengharamkan
yang haram, hanya melakukan usaha sebatas
yang dibolehkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
* Menunaikan hak-hak yang harus ditunaikan,
tanpa mela-kukan penangguhan pembayaran
hutang, atau mengakhir-akhir-kan hak orang,
yang terpenting di antaranya adalah hak-hak
Allah dalam soal harta seperti zakat wajib,
kemudian hak-hak sesama hamba seperti
perjanjian usaha dan sejenisnya.
* Menghindari riba atau berbagai bentuk usaha
haram lain-nya yang menggiring ke arah riba.
* Menghindari memakan harta orang dengan
cara haram. Kehormatan harta seorang muslim
seperti kehormatan darahnya. Harta seorang
muslim haram untuk diambil kecuali dengan
kere-laan hatinya.
* Menghindari sikap yang membahayakan
orang. Seorang usahawan muslim harus
menjadi seorang kompetitor yang baik. Segala
aktivitas usahanya selalu didasari oleh kaidah
"Segala ba-haya dan yang membahayakan itu
haram hukumnya". Itu salah satu kaidah ushul
fiqih yang komprehensif. Bahkan banyak
persoalan hukum praktis yang tidak terhitung
jumlahnya yang didasari oleh kaidah tersebut.
* Berpegang-teguh kepada peraturan dalam
bingkai undang-undang syariat, sehingga ia tidak
menjebloskan dirinya untuk terkena sanksi
hukum positif karena pelanggaran-pelanggaran.
* Bersikap loyal terhadap kaum mukminin.
Seorang usaha-wan muslim harus menjadi juru
nasihat umat Islam, selalu memenuhi janji
keislamannya, tidak membelakangi umat Islam
dengan bersikap memusuhinya, dan tidak sudi
ikut andil dalam berbagai proyek usaha dengan
kalangan non muslim yang bisa menyebabkan
bahaya terhadap umat Islam.
Ulasan rinci tentang akhlak usahawan muslim
dapat dibaca dalam 10 subjudul selanjutnya
pada rubrik ini.
Niat Yang Tulus
Dengan niat yang tulus, semua bentuk
pekerjaan yang ber-bentuk kebiasaan berubah
menjadi ibadah. Kehidupannya akan berubah
pula menjadi kehidupan yang teratur dan
kosmopolit, berisi berbagai macam ketaatan dan
pendekatan diri kepada Allah. Dengan cara ini
kita bisa memahami makna yang menda-lam
dan komprehensif dalam firman Allah :
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka
menyembahKu…" (Adz-Dzariyat: 56).
Rasulullah bersabda:
ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺑﺎﻟﻨﻴﺎﺕ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻟﻜﻞ ﺍﻣﺮﺉ ﻣﺎ
ﻧﻮﻯ
"Sesungguhnya amal itu dinilai bila disertai
dengan niat. Dan sesungguhnya masing-masing
orang mendapatkan balasan dari perbuatannya
sesuai dengan niatnya.."
Yang dimaksudkan dengan niat dalam konteks
hadits di atas adalah adanya keinginan baik
terhadap diri sendiri dan orang lain.
Keinginan baik untuk diri sendiri, yakni selalu
menjaga diri sendiri dari hal-hal yang haram,
memelihara diri dari kehinaan meminta-minta,
menguatkan diri untuk melakukan ibadah kepada
Allah, menjaga silaturrahmi dan hubungan
kerabat, dan berbagai bentuk kebajikan lainnya.
Keinginan baik terhadap orang lain, yakni ikut
andil meme-nuhi kebutuhan masyarakat yang
perbuatan itu terhitung fardhu kifayah, memberi
kesempatan bekerja kepada orang lain untuk
membebaskan pada diri mereka apa yang
selama ini diinginkan olehnya untuk dirinya
sendiri dalam hal yang sama.
Demikian juga turut andil membebaskan umat
dari ketergantungan kepada orang lain serta
berbagai akibat yang ditimbulkan seperti ikatan
perbudakan dan imperialisme/penjajahan, serta
banyak lagi keba-jikan-kebajikan lain yang bukan
saatnya sekarang untuk dibeber-kan secara
mendetail.
Niat –sebagaimana sering dikatakan orang–
adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari
satu amal kebajikan bisa bertam-bah menjadi
berkali-kali lipat karena tergabungnya berbagai
macam niat tulus dalam satu waktu. Hal itu
amatlah mudah bagi orang yang diberi
kemudahan oleh Allah!
Budi Pekerti Yang Luhur
Di antaranya dalam dunia usaha ini. Bentuknya
seperti: kejujuran, sikap amanah dan legawa,
sifat suka menunaikan janji, bersikap konsekuen
dalam membayar hutang dan memiliki tole-ransi
dalam menagih hutang, memberikan
kelonggaran kepada orang yang berhutang dan
kesulitan membayarnya, memahami kekurangan
orang lain, memenuhi hak-hak orang lain,
menghin-dari sikap menahan hak, menipu,
manipulasi dan sejenisnya.
Akhlak yang baik adalah tulang punggung
agama dan dunia. Bahkan kebajikan itu adalah
akhlak yang baik. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam diutus untuk menyempurnakan
akhlak-akhlak yang mulia. Orang yang paling
baik akhlaknya adalah orang yang paling disukai
oleh Rasulullah dan paling dekat dengan majlis
Nabi di hari Kiamat nanti. Orang yang berakhlak
baik telah berhasil men-dapatkan kebaikan dunia
dan akhirat.
Seorang usahawan muslim selalu menghiasi diri
dengan akhlak yang mulia. Sikap itu tidak
muncul hanya dari sisi kepen-tingan komersial
semata, seperti yang dilakukan kalangan non
muslim. Namun sikap itu muncul dari keyakinan
yang kokoh. Porosnya adalah ketaatan kepada
Allah a dan mengikuti jejak Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam serta mengharapkan pahala
dalam hal itu. Kalau-pun mereka mendapatkan
keuntungan di balik tindakan mereka tersebut,
seperti dagangannya yang semakin laris, hal itu
terjadi sebagai hasil tujuan sampingan, bukan
tujuan utama.
Budi pekerti yang baik bagi kalangan usahawan
muslim berpengaruh amat besar dalam
penyebaran Islam di banyak negara-negara Asia
dan Afrika. Kenyataannya bahwa Islam terse-bar
melalui perantaraan para saudagar yang
berdakwah, bukan da’i yang berniaga.
Namun hampir tidak pernah habis keheranan
kita pada perbedaan antara realitas masyarakat
barat yang justru sangat ahli di bidang
pelayanan menyambut para pelanggan, plus
sikap supel dan rendah hati dalam berinteraksi
dengan pelanggan, dengan realitas masyarakat
Islam yang banyak di antaranya dalam cara
mengelola usahanya justru lebih pintar
menyakiti pelanggan dan bersikap kasar
terhadap mereka. Seolah-olah perbuatan mereka
tersebut mengatakan kepada para langganan
mereka, "Jangan sekali-kali kamu sekalian
kembali berhubungan bisnis dengan kami.!"
Padahal kalangan barat melakukan semua itu
hanya karena dorongan profesionalitas usaha
saja. Sementara kaum muslimin sebagai para
pewaris agama Allah biasa menyatakan,
"Senyum kita kepada saudara kita adalah
sedekah!" Mereka juga menyatakan, "Janganlah
kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, meski
hanya sekedar bertemu saudaramu dengan
wajah cerah."
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, memberikan
pujian kepada NabiNya:
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung...." (Al-Qalam: 4).
Demikian juga Allah berfirman:
"Katakan ucapan yang baik kepada
manusia..." (Al-Baqarah: 183).
Rasulullah bersabda :
ﺍﻟﺒﻴﻌﺎﻥ ﺑﺎﻟﺨﻴﺎﺭ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺘﻔﺮﻗﺎ، ﺃﻭ ﻗﺎﻝ ﺣﺘﻰ
ﻳﺘﻔﺮﻗﺎ. ﻓﺈﻥ ﺻﺪﻗﺎ ﻭﺑﻴﻨﺎ ﺑﻮﺭﻙ ﻟﻬﻤﺎ ﻓﻲ
ﺑﻴﻌﻬﻤﺎ، ﻭﺇﻥ ﻛﺬﺑﺎ ﻭﻛﺘﻤﺎ ﻣﺤﻘﺖ ﺑﺮﻛﺔ ﺑﻴﻌﻬﻤﺎ
"Dua orang yang melakukan akad jual beli boleh
saling menya-takan pilihan, sebelum mereka
berpisah dari lokasi penjualan. Kalau keduanya
jujur dan berterus-terang, jual beli mereka akan
dipenuhi berkah. Kalau mereka berdusta dan
saling menyem-bunyikan sesuatu, pasti dihapus
keberkahan jual beli tersebut..."
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ﺍﻟﺘﺎﺟﺮ ﺍﻟﺼﺪﻭﻕ ﺍﻷﻣﻴﻦ ﻣﻊ ﺍﻟﻨﺒﻴﻴﻦ
ﻭﺍﻟﺼﺪﻳﻘﻴﻦ ﻭﺍﻟﺸﻬﺪﺍﺀ
"Seorang pedagang yang jujur dan dapat
dipercaya akan dikum-pulkan bersama para
nabi, para shiddiq dan orang-orang yang mati
syahid..."
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
ﺭﺣﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺭﺟﻼ ﺳﻤﺤﺎ ﺇﺫﺍ ﺑﺎﻉ ﻭﺇﺫﺍ ﺍﺷﺘﺮﻯ
ﻭﺇﺫﺍ ﺍﻗﺘﻀﻰ
"Semoga Allah memberikan rahmatNya kepada
orang yang sudah memberi kelonggaran kepada
orang lain ketika menjual, membeli atau
menagih hutang."
Usaha Yang Halal
Allah menghalalkan yang baik-baik kepada para
hambaNya dan mengharamkan kepada mereka
yang jelek-jelek. Seorang usahawan muslim
tentu saja tidak bisa keluar dari bingkai aturan
ini, meskipun terbukti ada keuntungan dan hal
yang menarik serta menggiurkan baginya.
Seorang usahawan muslim tidak seharusnya
tergelincir hanya karena mengejar keuntungan
sehingga membuatnya berlari dari yang
dihalalkan oleh Allah dan mengejar yang
diharamkan oleh Allah. Padahal segala yang
dihalalkan dapat menjadi kompensasi yang baik
dan penuh berkah. Segala yang disyariatkan
oleh Allah dapat menggantikan apapun yang
diharamkan oleh Allah.
Berdagang komoditi yang diharamkan seperti
minuman keras, bangkai, daging babi,
perdagangan riba dan sejenisnya, tidak akan
membuat pengusaha muslim yang jujur
berpaling dari Rabbnya apalagi harus
menjebloskan diri ke dalam semua perniagaan
ha-ram tersebut atau menjadikannya sebagai
sumber usahanya.
Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan
keistime-waan seorang usahawan muslim yang
seluruh aktivitasnya bertolak dari kaidah halal
dan haram, yang seluruh usahanya dilakukan
dengan mendendangkan syiar mencari
keridhaan Allah sebagai tujuan akhir. Sebaliknya,
kalangan pelaku usaha lainnya tidak
memperdulikan kebaikkan maupun keburukkan
usaha yang dijalaninya. Dalam pandangan
mereka sama saja proyek perjudian dengan
proyek pembangunan. Karena mereka telah
mencampakkan tata nilai, agama dan etika
secara total dari paradigma pemikiran ekonomi
mereka.
Padahal ikatan ini bisa membentuk tatanan yang
bersih dalam aktivitas usaha ketika itu dilakukan
oleh tangan-tangan yang terbimbing cahaya
Ilahi, diprakarsai oleh orang-orang ber-iman
yang selalu mengharapkan rahmat Allah dan
takut terhadap siksaNya. Sehingga mereka tidak
akan terjerumus karena menge-jar kenikmatan
instan atau jatah dunia yang bersifat sementara.
Mereka mencukupkan diri dengan jatah yang
ditentukan oleh Allah dan Rasulnya, karena yang
halal itu sudah terlalu luas buat diri mereka.
Oleh sebab itu, di tangan pengusaha muslim
harta tidak akan berubah menjadi alat perusak
kehidupan masyarakat, yang menghancurkan
rumah yang sejahtera, dan merusakan generasi
yang dilahirkan. Tidak, tetapi harta itu akan
berfungsi sebagai-mana yang dikehendaki oleh
Allah, Rabb dari sekalian makhluk. Menjadi
sebuah energi yang memancar, tumbuh dan
berkembang. Sebuah kekuatan yang
mengandung berbagai kebajikan dan karunia.
Menjaga mata air yang selalu memancarkan
berkah dan kenik-matan. Sehingga seluruh umat
merasa bahagia. Karena keuntungan usaha
tersebut dapat dirasakan oleh seluruh umat.
Allah berfirman:
"Dan menghalalkan bagi mereka segala yang
baik dan mengharam-kan bagi mereka segala
yang buruk dan membuang dari mereka beban-
beban dan belenggu-belenggu yang ada pada
mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya, memuliakannya, menolong-nya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan
kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-
orang yang ber-untung." (Al-A"raf: 157).
Allah juga berfirman:
"Katakanlah, "Tidak sama yang buruk dengan
yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah
hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keber-untungan." (Al-Maidah: 100).
Ungkapan "yang buruk" bisa berlaku bagi
ucapan, ketetapan dan perbuatan, atau sikap
penolakan yang diharamkan oleh Allah dan
RasulNya.
MENUNAIKAN HAK
Seorang pengusaha muslim akan menyegerakan
untuk menunaikan hak orang lain baik itu
berupa upah pekerja, maupun hutang terhadap
pihak tertentu. Seorang pekerja harus diberi
upah sebelum keringatnya kering. Sikap orang
yang memper-lambat pembayaran hutang
merupakan kezhaliman. Adapun orang yang
mengingkari hutangnya boleh disebarkan aibnya
dan diberi hukuman.
Dengan demikian, pada suatu usaha jasa atau
badan niaga diharuskan untuk menciptakan
suatu sistem yang memiliki orientasi
menyegerakan penunaian hak tersebut, seperti
memper-cepat pembayaran atau membayarnya
sesuai waktu yang diten-tukan. Karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ﺃﻋﻄﻮﺍ ﺍﻷﺟﻴﺮ ﺃﺟﺮﻩ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺠﻒ ﻋﺮﻗﻪ
"Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering
keringatnya."
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻧﺎ ﺧﺼﻤﻬﻢ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ: ﺭﺟﻞ ﺃﻋﻄﻰ ﺑﻲ
ﺛﻢ ﻏﺪﺭ، ﻭﺭﺟﻞ ﺑﺎﻉ ﺣﺮﺍ ﻓﺄﻛﻞ ﺛﻤﻨﻪ، ﻭﺭﺟﻞ
ﺍﺳﺘﺄﺟﺮ ﺃﺟﻴﺮﺍ ﻓﺎﺳﺘﻮﻓﻰ ﻣﻨﻪ،
ﻭﻟﻢ ﻳﻌﻄﻪ ﺃﺟﺮﻩ
"Ada tiga golongan yang menjadi musuhKu di
hari Kiamat nanti. Orang yang memberi
(jaminan) atas namaKu, lalu ia berkhianat. Orang
yang menjual orang merdeka lalu memakan
hasilnya. Dan orang yang menyewa pekerja dan
meminta pekerja itu untuk melaksanakan
seluruh tugasnya, namun tidak memberikan
upah-nya.."
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
ﻣﻄﻞ ﺍﻟﻐﻨﻲ ﻇﻠﻢ
"Sikap orang kaya memperlambat pembayaran
hutang adalah kezhaliman.."
Di antara hak-hak yang harus ditunaikan yang
paling utama adalah hak-hak Allah terhadap para
hambaNya yang kaya dalam harta mereka.
Yakni dalam bentuk zakat-zakat wajib, diikuti
oleh sedekah dan infak. Semua pengeluaran itu
dapat membersihkan harta dari segala noda
syubhat dan dapat mensucikan hati dari
berbagai penyakit yang menyelimutinya seperti
rasa kikir, tak mau mengalah dan egois. Harta
tidak akan berkurang karena sedekah. Harta tidak
akan hilang karena membayar zakat baik di
darat maupun di lautan. Sebaliknya, setiap kali
satu kaum meno-lak membayar zakat, pasti
hujan akan tertahan dari langit. Kalau bukan
karena binatang, pasti hujan tidak akan turun.
Semua pe-ngertian itu bisa diperoleh dalam
banyak dalil-dalil yang shahih.
Allah berfirman:
"Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia
bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang
meminta dan orang yang tidak mem-punyai
apa-apa (yang tidak mau meminta).." (Al-Ma"arij:
24-25).
Allah berfirman:
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka, dan mendo"alah un-tuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Menge-tahui." (At-Taubah:
103).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ﻣﺎ ﻣﻦ ﺻﺎﺣﺐ ﻛﻨﺰ ﻻ ﻳﺆﺩﻱ ﺯﻛﺎﺗﻪ ﺇﻻ ﺃﺣﻤﻲ ﻋﻠﻴﻪ
ﻓﻲ ﻧﺎﺭ ﺟﻬﻨﻢ، ﻓﻴﺠﻌﻞ ﺻﻔﺎﺋﺢ، ﻓﻴﻜﻮﻯ ﺑﻪ ﺟﻨﺒﺎﻩ
ﻭﺟﺒﻴﻨﻪ، ﺣﺘﻰ ﻳﺤﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻴﻦ ﻋﺒﺎﺩﻩ ﻓﻲ ﻳﻮﻡ
ﻛﺎﻥ ﻣﻘﺪﺍﺭﻩ ﺧﻤﺴﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﺳﻨﺔ، ﺛﻢ ﻳﺮﻯ ﺳﺒﻴﻠﻪ،
ﺇﻣﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻭﺇﻣﺎ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻨﺎﺭ
"Setiap pemilik harta yang tidak menunaikan
zakatnya pasti akan Allah panaskan harta itu di
Neraka Jahannam, terus dijadikan lempengan
untuk kemudian diseterikakan ke kening dan
badannya, sampai Allah memutuskan hukum
bagi para hambaNya pada suatu hari yang
ukurannya lima puluh ribu tahun. Kemudian ia
akan melihat jalannya, akan ke Neraka atau ke
Surga."
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga
bersabda:
ﻣﻦ ﺁﺗﺎﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎﻻ ﻓﻠﻢ ﻳﺆﺩ ﺯﻛﺎﺗﻪ ﻣﺜﻞ ﻟﻪ ﻳﻮﻡ
ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺷﺠﺎﻋﺎ ﺃﻗﺮﻉ ﻟﻪ ﺯﺑﻴﺒﺘﺎﻥ ﻳﻄﻮﻗﻪ ﻳﻮﻡ
ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ، ﺛﻢ ﺑﻠﻬﺰﻣﺘﻴﻪ – ﻳﻌﻨﻲ ﺷﺪﻗﻴﻪ – ﺛﻢ
ﻳﻘﻮﻝ ﺃﻧﺎ ﻣﺎﻟﻚ ﺃﻧﺎ ﻛﻨﺰﻙ ﺛﻢ ﺗﻼ: )ﻭﻻ ﻳﺤﺴﺒﻦ
ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺒﺨﻠﻮﻥ (… ﺍﻵﻳﺔ
"Barangsiapa yang memiliki harta lalu tidak
menunaikan zakat-nya, di hari Kiamat nanti harta
itu akan diubah menjadi ular botak yang
memiliki dua taring. Ular itu akan membelitnya
dan meng-ganyang rahangnya. Lalu ular itu
berkata, "Saya adalah hartamu, saya adalah
simpananmu dulu.." Kemudian ia membaca
firman Allah: "..dan janganlah orang-orang yang
berbuat kikir itu me-nyangka.."
Ular yang dimaksud adalah ular jantan, dalam
bahasa arabnya syujaa" yang arti lainnya adalah
"pemberani". Botak di situ berarti rontok
rambutnya akibat banyaknya bisa ular tersebut.
Di antara berkah zakat yang paling kental terlihat
di tengah masyarakat adalah munculnya
ketentraman, kestabilan keamanan sosial, karena
segala rasa dengki akibat ketimpangan sosial dan
ekonomi sudah bisa dihilangkan dari hati kaum
papa. Rahmat dan sikap menolong juga
mengalir deras ke dalam jiwa orang-orang kaya
yang memiliki kelapangan harta. Sehingga
masyarakat seluruhnya turut mendapatkan
karunia dengan adanya sikap saling
menyayangi, saling bahu-membahu sehingga
muncul ke-mapanan sosial. Cukup sebagai
gambaran jelasnya yang tampak pada Bani
Asy"ar (Asy’ariyyin) yang diceritakan oleh
Rasulullah dalam sabda beliau:
ﺇﻥ ﺍﻷﺷﻌﺮﻳﻴﻦ ﺇﺫﺍ ﺃﺭﻣﻠﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﺰﻭ، ﺃﻭ ﻗﻞ
ﻃﻌﺎﻡ ﻋﻴﺎﻟﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ – ﺟﻤﻌﻮﺍ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ
ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻓﻲ ﺛﻮﺏ ﻭﺍﺣﺪ، ﺛﻢ ﺍﻗﺘﺴﻤﻮﻩ ﺑﻴﻨﻬﻢ ﻓﻲ
ﺇﻧﺎﺀ ﻭﺍﺣﺪ ﺑﺎﻟﺴﻮﻳﺔ، ﻓﻬﻢ ﻣﻨﻲ ﻭﺃﻧﺎ ﻣﻨﻬﻢ
"Sesungguhnya orang-orang Bani Asy"ar itu bila
terkena musibah kematian dalam peperangan
sehingga istri-istri sebagian di antara mereka
menjanda, atau keluarga sebagian mereka
kekurangan ma-kanan, mereka akan
mengumpulkan makanan-makanan mereka
dalam satu buntelan kain, baru mereka bagikan
secara merata di antara mereka dalam satu
nampan. Mereka bagian dari diriku dan aku
adalah bagian dari mereka.."
MENGHINDARI MENGGUNAKAN HARTA
ORANG LAIN DENGAN CARA BATIL
Kehormatan harta seorang muslim sama
dengan kehor-matan darahnya. Tidak halal harta
seorang muslim untuk diambil kecuali dengan
kerelaan hatinya. Di antara bentuk memakan
harta orang lain dengan cara haram adalah:
uang suap, penipuan, manipulasi, perjudian,
najsy, menyembunyikan harga yang sebe-
narnya (kamuflase harga), menimbun barang,
memanfaatkan ketidaktahuan orang, penguluran
pembayaran hutang oleh orang kaya, dan lain
sebagainya. Masing-masing di antaranya telah
dise-butkan larangannya dalam hadits-hadits
shahih. Nanti akan dise-butkan rinciannya di
tengah-tengah pembahasan ini, insya Allah.
Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu." (An-Nisa: 29).
Allah melarang hamba-hambaNya yang beriman
dari memakan harta sesamanya dengan cara
haram, yakni dengan ber-bagai cara yang
diharamkan, seperti riba, judi, suap dan
berbagai aktivitas sejenis yang berbentuk
manipulatif serta berbagai macam aktivitas yang
menggiring kepada permusuhan dan memakan
uang sesama dengan cara batil.
Allah shallallahu ‘alaihi wasallam berfirman:
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui." (Al-Baqarah: 188).
Ayat ini mengisyaratkan diharamkannya suap
menyuap. Tidak seorang pun pantas
menyangkal, karena sebenarnya ia tahu bahwa
ia telah berbuat zhalim.
Di antara riwayat yang menunjukkan
diharamkannya tipu menipu adalah hadits Abu
Hurairah y bahwa Rasulullah a pernah lewat di
hadapan setumpuk makanan. Beliau memasuk-
kan tangan beliau ke dalam tumpukan makanan
itu, ternyata jari-jari beliau menyentuh bagian
makanan yang basah. Beliau bertanya, "Apa ini?"
Pemiliknya menjawab, "Itu bekas terkena air
hujan tadi malam, wahai Rasulullah." Beliau
bersabda, "Kenapa kalian tidak meletakkannya di
bagian atas sehingga bisa terlihat orang?
Barangsiapa yang menipu, ia bukan termasuk
golonganku.."
Larangan terhadap "kamuflase harga" disebutkan
dalam hadits Abu Hurairah dalam ash-Shahih
bahwa ia menceritakan: Rasulullah a melarang
menjual dengan sistem hashat (melempar batu,
seperti menjual tanah dan mengukur luasnya
dengan lemparan batu) dan menjual dengan
sistem kamuflase harga.
Larangan kamuflase harga merupakan kaidah
besar ilmu perdagangan Islam. Banyak
permasalahan besar yang tidak bisa dihitung
dengan jari yang tercakup di dalamnya. Seperti
menjual barang yang tidak ada, atau tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak bisa
diserahterimakan, atau barang yang belum
sempurna menjadi milik penjual.
Memang bisa jadi menjual sesuatu dengan
menggunakan sebagian sistem kamuflase harga
ini karena kebutuhan mendesak. Seperti
ketidaktahuan akan pondasi rumah atau menjual
kambing hamil. Dalam kondisi demikian jual beli
itu sah. Karena pondasi itu terikut dalam sebuah
rumah. Demikian juga janin dalam kam-bing
hamil. Kebutuhan dalam hal ini amat mendesak,
karena tidak mungkin melihat kedua hal
tersebut.
Mengenai haramnya jual beli an-Najsy, adalah
hadits Ibnu Umar berkata, "Nabi a melarang
najsyi," disebutkan oleh Ibnu Abi Aufa, "Orang
yang melakukan najsy adalah pemakan riba
yang curang."
Sementara mengenai diharamkannya seseorang
menjual ba-rang dalam yang masih dalam
proses jual beli dengan orang lain agar tidak
melukai hatinya, disebutkan dalam hadits Ibnu
Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
ﻻ ﻳﺒﻊ ﺑﻌﻀﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﺑﻴﻊ ﺑﻌﺾ
"Janganlah sebagian di antara kalian menjual
sesuatu yang masih dalam proses jual beli
dengan orang lain."
Dalam riwayat lain disebutkan:
ﻻ ﻳﺒﻊ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻋﻠﻰ ﺑﻴﻊ ﺃﺧﻴﻪ، ﻭﻻ ﻳﺨﻄﺐ ﻋﻠﻰ
ﺧﻄﺒﺔ ﺃﺧﻴﻪ، ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﺄﺫﻥ ﻟﻪ
"Janganlah salah seorang di antara kalian
menjual sesuatu yang masih dalam proses jual
beli dengan orang lain. Dan janganlah salah
seorang di antara kalian meminang wanita yang
masih di bawah pinangan orang lain, kecuali ia
diizinkan."
Sementara diharamkannya menimbun adalah
disebutkan dalam hadits Ma"mar bin Abdullah,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
ﻻ ﻳﺤﺘﻜﺮ ﺇﻻ ﺧﺎﻃﺊ
"Tidak ada yang menimbun kecuali ahli
maksiat,"
Yang dimaksud dengan ihtikar adalah membeli
komoditi di saat harganya mahal, lalu
menyimpannya hingga harganya semakin
mahal sementara orang-orang amat
membutuhkan komoditi tersebut.
Hikmah diharamkannya ihtikar adalah sebagai
upaya mencegah bahaya yang menimpa
masyarakat umum.
Termasuk di antara sikap buruk yang nekat
ketika seseorang memakan harta orang lain
dengan cara haram dengan menggu-nakan
sumpah palsu. Itu diisyaratkan oleh hadits Abu
Umamah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
ﻣﻦ ﺍﻗﺘﻄﻊ ﺣﻖ ﺍﻣﺮﺉ ﻣﺴﻠﻢ ﺑﻴﻤﻴﻨﻪ ﻓﻘﺪ ﺃﻭﺟﺐ
ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ ﺍﻟﻨﺎﺭ ﻭﺣﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﻨﺔ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻪ
ﺭﺟﻞ: ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺷﻴﺌﺎ ﻳﺴﻴﺮﺍ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ؟ ﻗﺎﻝ:
ﻭﺇﻥ ﻗﻀﻴﺒﺎ ﻣﻦ ﺃﺭﺍﻙ
"Barangsiapa yang merebut hak seorang
muslim dengan sumpah (palsu)nya, pasti Allah
akan menjebloskannya ke dalam Neraka dan
mengharamkannya masuk Surga." Ada seorang
Sahabat ber-tanya, "Meskipun hanya sesuatu
yang sepele wahai Rasulullah?" Beliau menjawab:
"Ya, meskipun hanya sebatang kayu arak."
Diriwayatkan oleh Muslim dari Mas"ud bahwa ia
pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
ﻣﻦ ﺣﻠﻒ ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻝ ﺍﻣﺮﺉ ﻣﺴﻠﻢ ﺑﻐﻴﺮ ﺣﻖ ﻟﻘﻲ ﺍﻟﻠﻪ
ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻴﻪ ﻏﻀﺒﺎﻥ
"Barangsiapa bersumpah untuk mendapatkan
harta seorang mus-lim dengan cara haram, ia
akan bertemu dengan Allah dan Allah dalam
keadaan murka kepadanya."
LOYAL KEPADA ORANG-ORANG BERIMAN
Seorang pengusaha muslim meskipun sudah
melanglang buana ke seluruh penjuru bumi,
dan sudah menguasai barat dan timur dengan
usaha yang dijalaninya, namun ia tetap bagian
dari umat Islam juga. Ia tetap harus
mengusung dalam hatinya loya-litas, kecintaan
dan pembelaan terhadap umat ini. Ia tetap
menjadi juru nasihat bagi umat Islam, tetap
mencintai kebaikannya, tidak menyokong
musuh umat atas umat itu. Sehingga dalam
mela-kukan usahnya ia tidak akan bekerjasama
dengan musuh-musuh Allah melakukan hal-hal
yang membahayakan umat Islam. Dalam
melakukan segala sikapnya, ia selalu bertolak
dari dasar keya-kinan yang kokoh, yang lebih
besar daripada uang dan lebih mengakar
daripada gunung. Keyakinan itu mencanangkan
dalam hatinya sikap al-Wala (loyalitas) dan al-
Bara (sikap antipati). Akar keyakinan itu semakin
diperdalam oleh puluhan nash diriwa-yatkan
berkaitan dengan persoalan ini.
Berdasarkan semua penjelasan sebelumnya,
seorang pengusaha muslim tidak berhak
mengadakan hubungan bisnis dengan pihak
yang jelas-jelas memaklumkan perang terhadap
Islam dan jelas-jelas pula menampakkan
permusuhannya terhadap umat Islam.
Seorang usahawan muslim tidak boleh
mengadakan usaha penjualan daging rusak atau
makanan yang sudah kadaluwarsa, hanya
karena mengejar keuntungan dunia yang
didapatkannya dari jalan penuh dosa tersebut.
Perbuatan itu termasuk pengkhia-natan terhadap
umat Islam dan termasuk bentuk sokongan ter-
hadap musuh umat yang tidak mungkin
berjalan seiring dengan keimanan sama sekali.
Seorang usahawan muslim juga tidak akan ikut
andil dalam berbagai kegiatan yang secara tidak
langsung dapat menguatkan barisan pihak
tersebut dalam menekan kaum muslimin.
Seperti perdagangan senjata dan sejenisnya.
Karena itu termasuk bentuk menolong kaum
musyrikin memerangi umat Islam, atau
menjadi-kan mereka sebagai teman akrab
membelakangi kaum muslimin. Keharaman
perbuatan itu terbukti dalam banyak dalil-dalil
yang tegas dan pasti.
Allah berfirman:
"Janganlah orang-orang mukmin mengambil
orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang-
siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
pertolongan Allah kecuali karena (siasat)
memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. " (Ali Imran: 28).
Allah juga berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu mengambil mu-suhKu dan musuhmu
menjadi teman-teman setia yang kamu sampai-
kan kepada mereka (berita-berita Muhammad),
karena rasa kasih sayang; padahal
sesungguhnya mereka telah ingkar kepada
kebenaran yang datang kepadamu." (Al-
Mumtahanah: 1).
TIDAK MEMBAHAYAKAN ORANG LAIN
Seorang usahawan muslim harus menjadi
kompetitor yang baik. Dalam melakukan
kompetisi bisnis, ia tetap menganut kaidah "tidak
melakukan bahaya dan hal yang
membahayakan orang lain". Ia tidak akan
memainkan harga barang, menaik-turunkan
harga untuk merugikan pedagang lain. Ia juga
tidak akan memahalkan harga barang karena
memanfaatkan kebutuhan orang lain, dan karena
dia sendiri yang memiliki barang tersebut.
Karena orang yang memiliki peluang
mengendalikan harga ba-rang kaum muslimin,
lalu ia sengaja memahalkannya, pasti ia akan
menerima siksa Allah di hari Kiamat nanti.
Seorang usahawan muslim tidak akan menjual
barang yang masih dalam proses transaksi jual
beli dengan orang lain. Ia tidak akan menawar
barang yang masih ditawar oleh orang lain. Ia
tidak akan berlebihan memuji barangnya ketika
ia menjualnya. Ia juga tidak akan berlebihan
menjelek-jelekkan barang kalau ia hendak
membelinya. Ia selalu dikendalikan oleh sikap
adil dan arif dalam melakukan segala hal, karena
itu adalah tabiat fitrah-nya. Dengan kedua sifat
itulah, langit dan bumi ditegakkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
mencanangkan prinsip larangan ter-hadap hal-
hal yang membahayakan melalui sabda beliau:
ﻻ ﺿﺮﺭ ﻭﻻ ﺿﺮﺍﺭ
"Tidak dihalalkan melakukan bahaya atau hal
yang membahayakan orang lain,"
Sementara mengenai diharamkannya seseorang
menjual barang yang masih dalam proses
transaksi jual beli dengan orang lain agar tidak
melukai hatinya, disebutkan dalam hadits Ibnu
Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
"Janganlah sebagian di antara kalian menjual
sesuatu yang masih dalam transaksi orang lain,"
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Janganlah salah seorang di antara kalian
menjual sesuatu yang masih dalam transaksi
orang lain. Dan janganlah salah seorang di
antara kalian meminang wanita yang masih di
bawah pinangan orang lain, kecuali ia diizinkan,"
Sementara monopoli dan mempermainkan
harga juga dije-laskan keharamannya dalam
sabda beliau: "Setiap orang yang melakukan
monopoli pasti ahli maksiat"
MENGHINDARI RIBA DAN SEGALA SARANA
RIBA SEPERTI TRANSAKSI-TRANSAKSI
KOTOR
Riba termasuk satu dari tujuh perbuatan yang
membina-sakan. Orang-orang yang memakan
riba hanya akan berdiri seba-gaimana orang-
orang yang kesurupan setan. Al-Qur"an telah
memaklumkan perang antara para pemakan riba
dengan Allah dan RasulNya. Itu merupakan
ancaman keras yang tidak ada duanya
dibandingkan dengan maksiat lainnya. Karena
siapa saja yang mencermati segala problematika
di dunia yang klasik mau-pun modern, pasti
akan mendapatkan kenyataan bahwa semua
problematika ekonomi tersebut ujungnya akan
kembali kepada bentuk kemungkaran berat ini.
Seorang pengusaha muslim akan lebih menjaga
diri agar tidak terjerumus dalam kubangan riba,
dan mereka adalah orang yang paling jauh dari
aktivitas yang berhubungan dengan riba melalui
berbagai bentuk transaksi haram, meskipun
secara zhahir tampak halal. Pada hakikatnya
dalam Islam tidak dibolehkan untuk membuat
trik transaksi yang bertujuan untuk
menghalalkan yang telah diharamkan oleh Allah
dan RasulNya. Hal tersebut nanti akan diulas
secara rinci di tengah-tengah studi pembahasan
ini, insya Allah.
Allah berfirman menyinggung haramnya riba,
mengan-cam para pelakunya dengan siksa yang
pedih di dunia dan di akhirat:
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian
itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi
(mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni Neraka; mereka kekal di
dalamnya. Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al-Baqarah:
275-276).
Allah memaklumkan perang terhadap para
pemakan riba. Dan Allah menganjurkan
memberi kelonggaran kepada orang-orang yang
terlilit hutang dan memberi sedekah kepada
mereka. Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang
belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa
Allah dan Rasulnya akan meme-rangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika
(orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan
menyedekahkan (sebagian atau semua hutang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi
pada) hari yang pada waktu itu kamu semua
dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-
masing diri diberi balasan yang sempurna
terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang
mereka sedikitpun tidak dianiaya." (Al-Baqarah:
278-281).
Tergolongnya riba itu dalam hal-hal yang
membinasakan disebutkan dalam hadits Abu
Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
diriwa-yatkan bahwa beliau bersabda:
ﺍﺟﺘﻨﺒﻮﺍ ﺍﻟﺴﺒﻊ ﺍﻟﻤﻮﺑﻘﺎﺕ، ﻗﺎﻟﻮﺍ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ
ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻣﺎ ﻫﻦ؟ ﻗﺎﻝ: ﺍﻟﺸﺮﻙ ﺑﺎﻟﻠﻪ، ﻭﺍﻟﺴﺤﺮ،
ﻭﻗﺘﻞ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺍﻟﺘﻲ ﺣﺮﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻻ ﺑﺎﻟﺤﻖ، ﻭﺃﻛﻞ
ﺍﻟﺮﺑﺎ، ﻭﺃﻛﻞ ﻣﺎﻝ ﺍﻟﻴﺘﻴﻢ، ﻭﺍﻟﺘﻮﻟﻲ ﻳﻮﻡ
ﺍﻟﺰﺣﻒ، ﻭﻗﺬﻑ ﺍﻟﻤﺤﺼﻨﺎﺕ ﺍﻟﻐﺎﻓﻼﺕ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﺎﺕ
"Hindarilah tujuh hal yang membinasakan." Para
sahabat bertanya, "Apakah tujuh hal yang
membinasakan itu wahai Rasulullah!" Beliau
menjawab: "Perbuatan syirik terhadap Allah,
sihir, membu-nuh orang yang diharamkan
untuk dibunuh kecuali dengan hak
membunuhnya, memakan riba, memakan harta
anak yatim, lari dari medan perang, dan
menuduh wanita suci yang sudah menikah
bahwa mereka berzina.."
Berkaitan dengan laknat terhadap setiap orang
yang terlibat dalam aktivitas riba pada sisi
manapun, baik sebagai pemakan riba, atau
orang yang memberikannya, sebagai sekretaris
pelaku riba, atau saksi sekalipun, semuanya
disebutkan dalam hadits Jabir bin Abdillah, ia
menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam melaknat pemakan riba, orang yang
memberikannya, juru tulisnya, dan saksi dari
kedua belah pihak. Rasulullah menegaskan
bahwa semuanya sama saja.
Di antara siksa akhirat yang dipersiapkan oleh
Allah bagi para pemakan riba itu disebutkan
dalam hadits Samurah bin Jundub diriwayatkan
bahwa ia menceritakan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
"Tadi malam aku melihat dua orang lelaki yang
mendatangi. Mereka berdua mengeluarkan aku
ke sebuah tanah suci. Mereka berangkat
membawaku hingga sampai ke sebuah sungai
darah. Di situ terdapat seorang lelaki yang
sedang berdiri. Di tengah sungai juga terdapat
lelaki pula yang di depannya ada sebuah batu.
Orang pertama berusaha keluar dari sungai.
Tapi begitu ia hendak keluar, lelaki kedua
melempar mulutnya dengan batu hingga ia
kembali ke dalam sungai tersebut. Demikianlah
seterusnya setiap kali ia hendak keluar, mulutnya
dilempar dengan batu hingga terpaksa kembali
lagi. Aku bertanya: "Siapakah lelaki itu?" Lelaki
yang mengajakku berkata: "Itulah orang yang
suka memakan riba."
MENJAGA KOMITMEN TERHADAP
PERATURAN DALAM BINGKAI UNDANG-
UNDANG SYARIAT
Seorang usahawan muslim tidak akan
membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman
undang-undang positif karena ia me-langgar
aturan-aturan dan rambu-rambu yang dihormati
di tengah masyarakat. Ketika seseorang
melakukan sikap tersebut, bukan berarti ia
menetapkan hak bagi manusia untuk membuat
undang-undang yang absolut. Akan tetapi sikap
itu dia lakukan demi mengokohkan kewajiban
yang diberikan Allah kepadanya untuk
mencegah terjadinya kerusakan dan mencegah
bahaya serta tidak membiarkan diri sendiri
celaka. Oleh sebab itu sebisanya hendaknya ia
bersungguh-sungguh menghindari berbagai
aktivi-tas usaha yang dapat menjerumuskannya
pada perangkap berbagai aturan yang bisa saja
bertentangan dengan syariat. Misalnya tidak
terlambat membenahi rekening dan nota-nota
penting sehingga tidak terkena hukuman denda
keterlambatan.
Sumber : Alsofwah.or.id

No comments:

Post a Comment