04 September 2011

Mengkritisi Para Praktisi Ekonomi Syariah (Seri 1)

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga
senantiasa dimpahkan kepada Nabi Muhammad,
keluarga dan sahabatnya.
Bersama berjalannya waktu, kesadaran umat
Islam akan pentingnya kembali kepada
pangkuan agama mereka semakin terasa kuat
dan membulat. Demikianlah dinamika kehidupan
umat Islam sepanjang sejarah. Pasang surut ini
selaras dengan pasang surut iman dan
ketakwaan mereka.
Sebagaimana yang Anda rasakan, dalam
beberapa kesempatan dan keadaan, Anda
merasakan iman Anda bertambah, dan di lain
kesempatan, Anda merasa iman Anda menurun
dan mungkin juga loyo.
ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﺍﻟﻌﺎﺹ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ : )ﺇﻥ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﻟﻴﺨﻠﻖ ﻓﻰ ﺟﻮﻑ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻛﻤﺎ
ﻳﺨﻠﻖ ﺍﻟﺜﻮﺏ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﻓﺎﺳﺄﻟﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﺠﺪﺩ
ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﻓﻰ ﻗﻠﻮﺑﻜﻢ( .ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻄﺒﺮﺍﻧﻲ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ
Sahabat Abdullah bin Amer bin Al-'Ash –
semoga Allah meridhai keduanya-,
mengisahkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda, "Sungguh, iman itu dapat
usang sebagaimana pakaian dapat menjadi
usang. Karenanya mohonlah selalu kepada Allah
agar memperbaharui iman yang ada dalam
jiwamu." Riwayat Ath-Thabrani dan Al-Hakim.
Sejarah perjalanan umat Islam di negeri kita
adalah salah satu buktinya. Seruan untuk
menjadikan syariat Islam sebagai asas
kehidupan dalam segala aspeknya terus
bergemuruh dan menguat. Tidak heran bila saat
ini segala yang berembel-embel islam atau
syariat diminati dan bahkan laku dijual ke
masyarakat. Dimulai dari partai Islam, sekolah
Islam, dan lain sebagainya.
Di antara sektor yang menggeliat dengan kuat
ialah sektor perekonomian. Karenanya, sudah
menjadi pemandangan lumrah bagi Anda
perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian
syariah dan lain sebagainya. Sebagaimana Anda
juga sering mendengar berbagai istilah yang
biasa digunakan oleh para ulama ahli fikih,
semisal: mudharabah, ijarah, syarikah, riba,
istishna' dan lain sebagainya.
Perjuangan Menerapkan Ekonomi Syariah
Upaya dan perjuangan anak manusia di setiap
masa, pastilah pantas untuk dikritisi, dengan
demikian kesempurnaan dan keberhasilan segera
dapat diwujudkan. Sikap kritis bertujuan untuk
meneruskan keberhasilan dan memangkas
kekurangan dan kesalahan.
( ﻛﻞ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺧﻄﺎﺀ ﻭﺧﻴﺮ ﺍﻟﺨﻄﺎﺋﻴﻦ ﺍﻟﺘﻮﺍﺑﻮﻥ.
)ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﺔ ﻭﺻﺤﺤﻪ
ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ
“Setiap anak Adam sering melakukan kesalahan,
dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah
orang yang bertaubat (kembali kepada
kebenaran).” Riwayat Ahmad, At-Tirmizy, Ibnu
Majah, dan oleh Al-Albani dinyatakan sebagai
hadits hasan.
Sudah sepantasnya bila kita sebagai umat Islam
senantiasa bersama-sama mengkritisi
perjuangan kita dalam menerapkan syariat Allat
Ta'ala yang kita cintai.
Melalaui tulisan sederhana ini saya berusaha
memberikan andil dalam meluruskan dan
mengoreksi upaya penerapan syariat Islam
dalam perekonomian umat. Menurut
pengamatan saya terhadap fakta perkembangan
ekonomi syariah yang berjalan di masyarakat,
terdapat beberapa hal yang menjadikan
penerapan ekonomi syariah berjalan di tempat.
Kritikan Pertama: Dominasi Sektor
Keuangan
Saudaraku! Bila Anda bertanya kepada
masyarakat luas tentang: Apa yang pertama kali
terbayang di benak Anda setiap kali mendengar
kata: ekonomi syariah?
Maka, biasanya yang terbetik pertama kali di
benak kebanyakan dari mereka tentang ekonomi
Islam ialah perbankan Islam, asuransi Islam, dan
kalaupun melebar, ya tidak jauh-jauh dari
seputar masalah zakat, wakaf dan yang semisal.
Tidak heran bila berbagai praktisi ekonomi
syariat membuat pernyataan bahwa kadar
ekonomi syariat di negeri kita hanya berkisar
pada hitungan 2 % dari total ekonomi nasional.
Perhitungan ini hanyalah berdasarkan pada
jumlah dana masyarakat yang dikelola oleh
perbankan syariat. Mereka melupakan berbagai
praktik ekonomi syariat di pasar tradisional,
pertanian, industri dan lainnya.
Gambaran sempit tentang ekonomi Islam yang
ada di benak kebanyakan umat Islam ini,
mungkin salah satu alasan yang menjadikan
perhatian para praktisi ekonomi Islam saat ini
hanya berkutat pada dunia perbankan atau
sektor finansial.
Padahal sejatinya ekonomi Islam bukan hanya
sektor finansial, akan tetapi juga mencakup
sektor industri, perdagangan dan berbagai
sektor riil lainnya. Dan bila Anda renungkan,
niscaya Anda dapatkan bahwa sektor finansial
senantiasa bergantung pada sektor-sektor riil.
Bila demikian adanya, berbagai perjuangan dan
upaya yang dicurahkan hanya akan menemui
jalan buntu. Sebab, sektor keuangan seringnya
tidak dan bahkan kadang kala tidak dibenarkan
untuk terjun langsung ke sektor riil atau bisnis
praktis yang dapat menghasilkan keuntungan
halal.
Hal ini dikarenakan uang yang merupakan faktor
utama sektor finansial, adalah alat untuk
menjalankan roda ekonomi dan bukan sebagai
objek perekonomian. Objek sejati perekonomian
ialah barang atau jasa, yang selanjutnya dinilai
dengan uang, dan bukan uang dinilai dengan
uang.
Bila uang yang notabene adalah alat transaksi
dan niaga dijadikan sebagai objek utama niaga,
maka yang terjadi adalah riba, berbagai tindak
spekulasi dan berbagai kekacaun.
Tidak heran bila berbagai kalangan
mengkhawatirkan terjadinya over likuidasi pada
sektor keuangan syariat yang ada. Di mana
dana pihak ketiga mengalir begitu deras, akan
tetapi sektor keuangan syariat tidak kuasa
menyalurkannya kepada sektor riil. (Majalah
MODAL edisi 19/II-MEI 2004, hal 25.)
Kekhawatiran ini cukup mendasar, sebab
keuntungan yang didapat oleh kebanyakan
sektor keuangan syariat saat hanyalah melalui
penyaluran dana, dan bukan dari hasil niaga
nyata.
Bila demikian, sudah sepantasnya saatnya para
praktisi ekonomi Islam untuk memusatkan
perhatian dan perjuangan mereka pada sektor
industri, perniagaan praktis dan yang semisial.
Dengan demikian, mereka benar-benar
menghasilkan keuntungan dari perniagaan nyata
dan bukan dari mempertukarkan uang dengan
uang?
Artikel www.PengusahaMuslim.com


Oleh Ust. Dr. Muhammad Arifin Badri
Doktor lulusan Universitas Islam Madinah, Arab
Saudi. Pendidikan S1, S2, dan S3 beliau
diselesaikan di jurusan yang sama, yaitu jurusan
Fikih, Fakultas Syariah. Beliau adalah pembina
Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI),
pengasuh milis Syariah PM-Fatwa, majalah
Pengusaha Muslim, dan website
PengusahaMuslim.com

No comments:

Post a Comment